Sabtu, 10 April 2010

LAKON 3 BABAK (4 ADEGAN)
BADAK BADAK
Disadur dari “RHICONEROS”
Karya: Eugene Ionesco - Penyadur: Jim Lim




DRAMATIC PERSONAE

- ARIFIN
- SLAMET
- PELAYAN KEDAI
- PEMILIK TOKO PANGAN
- ISTRINYA
- TUAN TUA PENSIUNAN
- SARJANA MUDA
- NYONYA
- TUKANG BAKMI
- DEWI
- MAS ENTUNG
- DARMAWAN SH
- SURAHMAN
- NYONYA TIGOR
- PEMADAM KEBAKARAN
- KAKEK
- ISTRINYA



BABAK I

ADEGAN I

SEBUAH PRAPATAN DI KOTA J. DI PENTAS BELAKANG SEBUAH BANGUNAN MODEL KOLONIAL YANG MENGALAMI PEROMBAKAN. RUMAH INI TERBAGI DUA. SEBELAH KIRI DENGAN KACA ETALASE DIMANA TERTULIS DENGAN HURUF BESAR “TOKO PANGAN”, MENJUAL BERMACAM BAHAN MAKANAN DAN MINUMAN. DI TINGKAT ATAS ADA JENDELA, DAN DI BELAKANGNYA UNTUK TEMPAT TINGGAL PEMILIK TOKO. SEBELAH KANAN BESERTA HALAMAN DEPANNYA YANG CUKUP LUAS DIHUNI OLEH PENJUAL BAKMI BASO DENGAN MEJA-MEJANYA, BANGKU-BANGKU DAN KAIN PELINDUNG PANAS. DI SEBELAH KIRI NAMPAK JALAN YANG MENJAUH DALAM PERSPEKTIF. DI LUAR BATAS PEKARANGAN TOKO ADA SEBUAH POHON KERING BERDEBU. LANGIT BIRU, MATAHARI TERIK. HARI SUDAH JAM 12 SIANG PADA SUATU HARI MINGGU.

SESAAT SEBELUM LAYAR DIBUKA TERDENGAR LONCENG JAUH MENUNJUKKAN JAM 12. KETIKA LAYAR DIBUKA, SEORANG NYONYA RUMAH TANGGA MEMBAWA TAS BELANJA DAN SEEKOR KUCING DI TANGAN YANG LAIN, LEWAT DARI KANAN KE KIRI TANPA SEPATAH KATAPUN, SEKETIKA ITU JUGA ISTERI PEMILIK TOKOMUNCUL DI PINTU.


ISTERI
Memuakkan setiap kali kulihat nyonya itu

(Kepada Suaminya Di Dalam)

Karena kesombongan dia tidak mau lagi datang belanja pada kita

(ISTERI MASUK. PANGGUNG KOSONG BEBERAPA DETIK, ARIFIN MUNCUL DARI 3 KANAN BERTEPATAN DENGAN SLAMET YANG MUNCUL DARI KIRI. ARIFIN BERPAKAIAN RAPIH, MEMAKAI DASI DAN TOPI, SEPATUNYA COKLAT MUDA DAN DISEMIR MENGKILAP. SLAMET SEPERTI YANG TIDAK MANDI, RAMBUT KUSUT, PAKAIAN KUMAL. KESELURUHANNYA MENUNJUKKAN KETIDAKMAMPUANNYA MENGURUS DIRI. IA NAMPAK LESU, KURANG TIDUR, SEKALI-KALI IA MENGUAP)

ARIFIN (Maju)
Waduh, akhirnya kau berhasil juga untuk datang, Slamet!

SLAMET (Maju)
Selamat pagi, Arifin!

ARIFIN
Lambat seperti biasa, tentu

(Melihat Arloji Tangannya)

Kita janji jam 11.30. sekarang sudah jam 12 lebih.

SLAMET
Maafkan. Apa kau sudah lama menunggu?

ARIFIN
Tidak, seperti kau lihat sendiri. Aku juga baru saja datang.

MEREKA DUDUK DI SALAH SATU MEJA KEDAI BASO

SLAMET
Kalau begitu aku merasa lega, berhubung kau sendiripun baru……….

ARIFIN
Soalnya lain lagi. Aku tidak suka menunggu, waktuku terlalu berharga. Dan mengetahui kau selalu terlambat, maka sengaja aku datang lat-- aku perkirakan saat kau mungkin datang.

SLAMET
Kau benar, memang begitu, tetapi………..

ARIFIN
Jangan pura-pura bahwa kau selalu datang tepat!

SLAMET
Tentu tidak. Apakah aku mengatakan begitu?

ARIFIN
Sudah, jangan membantah!

SLAMET
Kita minum apa?

ARIFIN
Pada jam begini yang kau ingat minum melulu.

SLAMET
Hari panas dan kering.

ARIFIN
Makin banyak minum makin haus. Begitulah menurut ilmu
pengetahuan…

SLAMET
Hari tidak akan sekering ini, dan kita tidak akan kehausan andai saja ilmu pengetahuan bisa menyediakan awan-awan buatan.

ARIFIN (Mengamati Slamet Dengan Cermat)
Percuma, aku tahu kau bukan haus akan air, Slamet.

SLAMET
Aku tahu apa yang kau maksud.

ARIFIN
Kau tahu betul? Apa yang kumaksud? Aku bicara tentang tenggorokanmu itu yang gersang, sebuah wilayah yang tak kan pernah tercukupi!

SLAMET
Mengapa tenggorokanku mesti kau bandingkan dengan sebidang tanah….

ARIFIN (Memotong)
Kau sudah payah kawan.

SLAMET
Payah? Sungguh?

ARIFIN
Aku tidak buta, setiap orang bisa melihat kau hampir ambruk karena capek. Kau sudah mulai kurang tidur lagi. Tiada hentinya kau menguap. Kau kehabisan tenaga….

SLAMET
Rambutku memang lupa disisir. 5

ARIFIN
Kau bau minuman keras.

SLAMET
Memang betul aku minum, tapi sedikit sekali.

ARIFIN
Sudah berapa lama hari minggu kujumpai kau dalam keadaan ini,
belum tentang hari-hari lainnya.

SLAMET
Kurasa di hari-hari lain tidak terlalu sering, mengingat aku mesti ke kantor.

ARIFIN
mengapa kau tidak pakai dasi? Aku heran kalau itu hilang dalam pesta gila-gilaan.

SLAMET (Mmegang Lehernya)
Betul juga. Aneh, kulupa di mana?

ARIFIN (Mengeluarkan Dasi Dari Sakunya)
Nih, pakai dulu.

SLAMET
Terima kasih. Kau selalu baik

DIPAKAINYA DASI

ARIFIN (Sementara Slamet Membereskan Rambut Dengan Jari Tangannya)
Nih, aku bawa sisir.

DIKELUARKANNYA SISIR DARI SAKU BELAKANG

SLAMET (Menerima Sisir Itu)
Terima kasih

IA MENYISIR ACUH TAK ACUH

ARIFIN
kau juga tidak cukur jenggotmu. Coba, pandanglah dirimu.

DIKELUARKANNYA CERMIN KECIL DARI SAKU, DIBERIKANNYA PADA SLAMET YANG LALU BERKACA. SEKALIGUS DIPERIKSA JUGA LIDAHNYA

SLAMET
Lidahku seperti berselaput.

ARIFIN (Mengambil Kembali Cermin Dan Memasukkannya Ke Dalam Saku)
Tidak heran!

(Mengambil Sisir Yang Disodorkan Slamet Dan Memasukkan Kedalam Saku)

Kau sebentar lagi reyot,
kawan!

SLAMET (Kuatir)
Mungkinkah?

ARIFIN (Kepada Slamet Yang Mau Mengembalikan Dasi)
Tahan dasi itu. Aku masih punya banyak di rumah>

SLAMET (Kagum)
Kau selalu kelihatan begitu rapih.

ARIFIN (Masih Terus Meneliti Slamet)
Pakaianmu sama sekali kumal, memalukan! Bajumu dekil, sepatumu…..

(Slamet Mencoba Menyembunyikan Sepatunya Di Bawah Meja)

Sepatumu tidak pernah disemir. Payah betul kau ini! Dan pundakmu itu, coba….

SLAMET
Ada apa dengan pundakku?

ARIFIN
Membalik! Ayo, membalik! Kau telah bersandar pada dinding mana.

(Slamet Dengan Patuh Menyodorkan Tangannya Ke Arifin)

Tidak, jangan pikir aku membawa sikat, saku bajukubisa menonjol

(Slamet Dengan Patuh Menepuk-Nepuk Pundaknya Untuk Membersihkan Kapur Tembok, Arifin Memalingkan Wajahnya Jauh-Jauh)

Astaga ! Di mana kau memperoleh semua itu?

SLAMET
Aku tidak ingat lagi.

ARIFIN
Betul-betul memalukan! Aku malu berkawan dengan kau! 7

SLAMET
Kau begitu kera terhadapku.

ARIFIN
Tetapi dengan alasan.

SLAMET
Dengarlah Arifin. Di kota ini hampir tidak ada hiburan, aku sering jemu. Aku sebetulnya merasa kurang cocok dengan pekerjaanku. Setiap hari ngantor, delapan jam sehari, dan setahun hanya dua minggu cuti. Pada setiap sabtu aku sudah begitu lelah. Sebab itulah – kau kan ngerti – sebagai hiburan…

ARIFIN
Bung setiap manusia mesti kerja. Aku juga ngantor 8 jam sehari seperti setiap orang. Dan cutiku setahun hanya dua minggu, tapi apakah aku juga seperti kau? Daya kemauanmu, bung!

SLAMET
Tidak setiap orang punya daya kemauan seperti kau. Aku tidak dapat membiasakan diriku. Aku ini tidak bisa seirama dengan kehidupan.

ARIFIN
Setiap orang harus bisa membiasakan diri. Kecuali kalau menganggap dirimu makhluk yang luar biaa.

SLAMET
Bukan begitu…

ARIFIN (Memotong)
aku pikir kau dan aku sama saja. Dengan segala kerendahan hati, aku mungkin lebih dari kau. Orang yang memenuhi kewajibannya, dialah orang yang luar biasa.

SLAMET
Kewajiban apa?

ARIFIN
Kewajiban dia – kewajiban dia sebagai pegawai, misalnya….

SLAMET
O itu, kewajiban sebagai pegawai…

ARIFIN
Kau berbinal di mana semalam? Sekiranya kau masih ingat…. Kami merayakan ulang tahun Wgito, Wagito kawan kita….

SLAMET
Wagito kawan kita? Siapa yang mengundang kau ke ulang tahun kawan kita Wagito?

SAAT INILAH TERDENGAR SUATU BUNYI DI KEJAUHAN, MENDEKAT DENGAN CEPAT. SEPERTI BINATANG YANG TERENGAH-ENGAH LARI DAN SEMACAM BUNYI TEROMPET HEWAN

SLAMET
Aku Tak Dapat Menolak. Pula itu kurang sopan….

ARIFIN
Apakah aku datang?

SLAMET
Soalnya mungkin karena kau tidak diundang

(Pelayan Laki-Laki Muncul Dari Dalam Kedai)

Mau pesan apa?

(KINI TERDENGAR BUNYI KERAS SEKALI

ARIFIN (Berteriak Kepada Slamet Mengatasi Bunyi Keras Yang Belum Diperhatikannya)
Memang aku tidak diundang, aku tidakmendapat kehormatan itu. Apa boleh buat, sebab walaupun aku diundang, aku pasti tidak akan datang, oleh karena…

(Bunyi Di Puncak Kekerasannya)

Ada apa?

(Bunyi Binatang Yang Berat Dan Besar Lari Cepat, Terdengar Dekat Sekali, Bunyi Terengah-Engah)

Apa itu?

PELAYAN
Apa itu?

SLAMET MASIH LESU DAN AGAKNYA TIDAK MENENGAR APA-APA. IA DENGAN SABAR MENJAWAB ARIFIN TENTANG PERSOLAN UNDANGAN ITU.
BIBIRNYA BERGERAK,TAPI APA YANG DIUCAPKAN TIDAK TERDENGAR. ARIFIN BERDIRI MELOMPAT YANG MENYEBABKAN KURSINYA TERLEMPAR JATUH. IA MENUNJUK KE ARAH KIRI SEMENTARA SLAMET SEPERTI ORANG LINGLUNG TETAP DUDUK

ARIFIN
Hei, ada badak!

BUNYI MENJAUH DAN KATA-KATA MULAI TERDENGAR KEMBALI, BAGIAN II HARUS DIMAINKAN DENGAN IRAMA CEPAT, MASING-MASING MENGULANGI DENGAN CEPAT DALAM URUTAN LANGSUNG: Hei, ada badak!”

PELAYAN
Hei , ada badak!

ISTERI (Kepalanya Muncul Di Pintu Toko)
Hei, ada badak!

(Kepada Suaminya Yang Masih Ada Di Dalam)

Cepat, mari lihat sana, ada badak!

MEREKA SEMUA MEMANDANG KE ARAH TIMUR MENGIKUTI BINATANG
YANG TADI LEWAT

ARIFIN
Ia lari dalam arah melurus, menyeremprt etalase-etalase toko.

PEMILIK (Dari Dalam)
Di mana?

PELAYAN (Menggaruk-Garuk Kepala)
Model…

ISTERI (Kepada Suami Yang Masih Di Dalam)

Lihatlah !

(PEMILIK MUNCUL DI PINTU)

PEMILIK
Hei, ada badak! 10

SARMUD (Muncul Tergesa-Gesa Dari Kiri)
Seekor badak kabur dengan kencangnya di pinggiran sebrang jalan!

SEMUA PENGUCAPAN SEJAK ARIFIN PERTAMA-TAMA MENGATAKAN:”Hei ada badak!” RATA-RATA MENJADI SEREMPAK. TERDENGAR SUARA WANITA BERTERIAK: aaaaa! NYONYA MUNCUL KE TENGAH PANGGUNG DENGAN TAS BELANJAANNYA. BEGITU SAMPAI DIJATUHKANNYA TAN BELANJAANNYA. ISINYA TERCECER KE SEMUA ARAH, TETAPI KUCING TETAP DI GENGGAMNYA

NYONYA
Aaaaa ! Ooooo!

SEORANG TUAN TUA PENSIUANAN SOPAN SANTUN MUNCUL DARI KIRI. IA TERGESA MASUK KE TOKO, MENABRAK PEMILIK TOKO DAN ISTRINYA, SARJANA MUDA MENEMPATKAN DEKAT DINDING SEBELAH KIRI PINTU TOKO. ARIFIN DENGAN PELAYAN, KEDUANYA BERDIRI DAN SLAMET YANG MASIH
DUDUK TAK HIRAU MERUPAKAN KELOMPOK LAIN. DARI KIRI BANYAK TERIAKAN aaaaa ! DAN oooooo! JUGA SUARA ORANG SIMPANG SIUR DAN DEBU YANG MENGEPUL DISEBABKAN OLEH BINATANG TERSEBUT. DEBU ITU MENYEBAR KESELURUH PENTAS.

TUKANG BAKMI (Muncul Dari Sudut Tempat Masaknya)
Ada apa?

TUAN (Menghilang Di Belakang Pemilik Toko Dan Istrinya)
Maafkan saya.

TUAN TUA BERPAKAIAN RAPIH, MEMAKAI TOPI KUNO MEMBAWA TONGKAT
DENGAN PEGANGAN DARI GADING, SARJANA MUDA YANG BERDIRI MELEKAT PADA DINDING, BERKACAMATA DENGAN PINGGIRANYANG LEBAR

ISTERI (Terdorong Dan Mendorong Suaminya. Kepada Tuan Tua)
Hati-hati sedikit dengan tongkat itu!

(KINI KEPALA TUAN NAMPAK DI BELAKANG PEMILIK TOKO
DAN ISTERINYA)

PELAYAN (Kepada Majikannya)
Ada badak!

TUKANG BAKMI (Sambil Meletakkan Hal-Hal Yang Dikerjakan)
Kau mimpi di siang hari bolong

(IA MELIHAT BADAK YANG DIMAKSUD)

Astaga…!

NYONYA
Aaaa !

(Semua seruan oooo ! Dan aaaa ! Yang terdengar di belakang pentas menjadi iringan aaaa ! Sang nyonya. Meskipun tas belanjaannya Telah jatuh. Kucing dipegangnya erat-erat dalam lindungan lengannya)

Terlalu, kucingku yang tidak bersalah menjadi takut!

TUKANG BAKMI (Masih Tercengang Memandang Ke Arah Kiri
Mengikuti Binatang. Sementara Bunyi Derapnya, Terompetnya Semakin Menjauh. Slamet Agak Mengntuk, Membuang Muka
Sedikit Untuk Menghindari Debu Tapi Ia Tidak Berkata Apa-Apa. Ia Hanya Nyengir)

Bayangkan…!

ARIFIN (Juga Agakmembuang Muka Menghindari Debu, Tapi Sadar Sepenuhnya)

Bayangkan !

IA BERSIN

NYONYA (di tengah pentas tetapi memandang ke arah kiri. Belanjaan bertebaran di sekelilingnya)
Bayangkan !

BERSIN, TUAN TUA, ISTERI PEMILIK TOKO DAN PEMILIK TOKO DI ATAS TANGGA DEPAN PINTU MEMBUKA KEMBALI DAUN PINTU YANG TADI TELAH
DITUTUP OLEH TUAN TUA

KETIGANYA
Baayangkan….!

ARIFIN
Bayangkan

(Kepada Slamet)

Kau lihat tadi?

SUARA BADAK DAN TEROMPETNYA TERDENGAR JAUH, SEMUA ORANG MASIH MEMANDANG KE ARAH TADI KECUALI SLAMET YANG TETAP DUDUK TAK HIRAU

SEMUA
Bayangkan !

KECUALI SLAMET

SLAMET (Kepada Arifin)
Kelihatannya tadi itu seperti seekor badak. Semua jadi berdebu

IA MENGELUARKAN SAPU TANGAN UNTUK MENUTUP HIDUNGNYA

NYONYA
Bayangkan, aku sungguh ketakutan!

PEMILIK (Kepada Nyonya)
Tas nyonya… belanjaannya…

TUAN TUA MULAI MEMUNGUT SATU PERSATU BARANG BELANJAAN YANG TERCECER. IA MANGGUT SEDIKIT PADA NYONYA, MENGANGKAT TOPINYA
DENGAN HORMAT

TUKANG BAKMI
Dasar jaman….

PELAYAN : Heran !

TUAN (Kepada Nyonya)
Perkenankan saya Bantu nyonya memungut barang-barang yang jatuh.

NYONYA
Terima kasih. Tuan sangat baik hati. Silahkan topi tuan dipakai lagi. Ooo, saya tadi takut sekali.

SARMUD
Rasa takut adalah sesuatu yang tak masuk akal. Akallah yang mesti menguasai kita.

PELAYAN
Sudah tidak kelihatan lagi.

TUAN (Kepada Nyonya Dan Menuju Sarmud)
Ini kenalan saya . ia sudah sarjana muda.

ARIFIN (Kepada Slamet)
Bagaimana menurut pendapatmu?

PELAYAN
Binatang begitu jauh-jauh datang dari mana?

NYONYA (Kepada Sarmud)
Sudah Sarjana Muda!

ISTERI (Kepada Suaminya)
Syukur….! Salah sendiri membeli belanjaan dari toko lain!

ARIFIN (Kepda Tukang Mi Baso Dan Pelayan) Pokoknya,
bukan kejadian sehari-hari.

NYONYA (Kepada Sarmud Dan Tuan Yang Sedang Memungut Belanjaan)
Saya minta tolong untukmemegangnya sebentar.

PELAYAN (Kepada Arifin)
Saya baru melihat pertama kali!

SARMUD (Menerima Kucing)
Apa tidak akan mencakar?

TUKANG BAKMI (Kepada Arifin)
Lewat secepat kilat!

NYONYA
Tikuspun tidak pernah diganggunya.

KEPADA YANG LAIN

Sebotol kecap saya mana?

PEMILIK
Di sini juga jual kecap!

ARIFIN (Kepada Slamet)
Nah, bagaimana menurut kau?

PEMILIK
Mereka paling istimewa!

TUKANG BAKMI (Kepada Pelayan)
Jangandiam saja! Layani dulu tamu-tamu itu!

(IA MENUNJUK PAD ARIFIN DAN SLAMET DAN KEMBALI KE SUDUT TEMPAT MASAKNYA)

SLAMET
Bagaimana tentang apa?

ISTERI (Kepada Suaminya)
Ambil sebotol kecap untuknya.

ARIFIN
Badak itu tentunya, pikirmu apa?

PEMILIK
Kami menjual kecap nomor satu, botolnya tanggung kuat! (IA MASUK KE DALAM TOKO)

SARMUD (Mengusap-Usap Kucing Yang Dipegangnya)
Pusi, Pusi, Pusi.

PELAYAN (Kepada Slamet Dan Arifin)
Mau pesan apa?

SLAMET
Minum saja – bir!

PELAYAN
Bir saja?

MENUJU KE DALAM

NYONYA (Telah Mengumpulkan Barangbelanjaannya Bersama Tuan)
Terima kasih atas bantuan tuan.

PELAYAN (Di Dalam)
Katanya bir saja.

TUAN
Tak apa, saya suka menolong

ISTERI PEMILIK TOKO MASUK

SARMUD (Kepada Tuan Dan Nyonya Yang Sedang Membereskan Belanjaan)
Aturlah kembali dengan beres.

ARIFIN (Kepada Slamet)
Nah, bagaimana menurut pendapatmu?

SLAMET
Bagaimana….? Biasa… mengakibatkan banyak debu…

PEMILIK (Muncul Dengan Sebotol Kecap)
Juga ada acar di peles, kalau nyonya perlu.

SARMUD (Tetap Mengusap Kucing)
Pusi, Pusi, Pusi.

PEMILIK
Harganya lima ratus rupiah.

NYONYA (Membayar, Lalu Kepada Tuan)
O, Tuan sangat baik hati. Begitulah seharusnya lelaki kepada wanita. Anak muda
jaman sekarang mana ingat.

PEMILIK (Menerima Uang)
Mstinya nyonya berlangganan kepada saya. Nyonya tak usah jauh-jauh menyeberang jalan, dan nyonya mengurangi kemungkinan mendapat kecelakaan lalu lintas

MASUK

ARIFIN (Telah Duduk)
Harus aku akui bahwa peristiwa tadi sesuatu yang luar biasa.

TUAN (Manggut, Membuka Topinya)
Saya merasa senang telah bertemu dangan nyonya.

NYONYA (Kepada Sarmud)
Terima kasih atas bantuan tuan memegang kucing saya.

(SARMUD MENGEMBALIKAN KUCING KEPADA NYONYA. PELAYAN DTANG DENGAN DUA GELAS BIR)

PELAYAN
Dua bir!

ARIFIN (Kepada Slamet)
Manusia memang susah dirubah.

TUAN
Apa saya barangkali perlu mengantar nyonya pulang?

SLAMET (Kepada Arifin)
Aku pesan air Belanda. Ia barangkali salah dengar

(ARIFIN MENARIK BAHUNYA TANDA TAK SENANG)

NYONYA
Suamiku sedang menunggu, lain kali saja.

TUAN
Sampai bertemu lagi, nyonya.

NYONYA
Mari

(IA BERSENYUM MANIS DAN BERLALU KE KIRI)

TUAN (Kepada Sarmud)
Dari mana nyonya itu?

ARIFIN (Kepada Slamet)
Badak! Tak masuk akal

(TUAN BERJALAN PERLAHAN KE KANAN SAMBIL BERCAKAP-CAKAP DENGAN SARMUD)

TUAN
Orang yang menarik.

SARMUD
Aku akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan silogisme. 17

TUAN
Oh ya, silogisme.

ARIFIN (Kepada Slamet)
Tak masuk akal! Mustahi!

(SLAMET MENUAP)

SARMUD
Suatu silogisme terdiri dari sebuah rumusan utama, rumusan kedua dan sebuah kesimpulan.

TUAN
Kesimpulan apa?

(TUAN DAN SARMUD KELUAR)

ARIFIN
Tak masuk akal.

SLAMET
Aku mengerti bahwa akalmu belum memahami. Jadi, tadi itu seekor badak. Apa boleh buat kalau memang badak? Kini sudah berapa kilometer jauhnya dari sini. Sudah jauh…

ARIFIN
Tapi aku yakin bahwa olehmupun terasa keanehannya. Seekor badak berkeliaran di tengah-tengah kota, dan kau tidak sedikitpun mengejapkan mata. Tak boleh jadi!

(Slamet Menguap)

Kalau menguap tutup mulutmu dengan tangan!

SLAMET
Ya.. uuaa, ya uu aa…Tak boleh jadi. Memang berbahaya. Baru kusadari itu. Tapi kaujangan kuatir, kita di sini tidk akan diganggu binatang itu.

ARIFIN
Kita mesti mengajukan proter kepada kotapraja. Untuk apa ada Walikota dan sebagainya?

SLAMET (Menguap, Cepat Menutup Mulutnya Dengan Tangan)
Maaf, maaf. Siapa tahu badak itu terlepas dari kebun binatang.

ARIFIN
Kau mengigau di siang bolong.

SLAMET
Aku bangun seratus persen.

ARIFIN
Bangun atau tidur sama saja.

SLAMET
Kurasa ada beanya.

ARIFIN
Maksudku lain.

SLAMET
Kau kata tadi bahwa bangun dan tidur itu sama?

ARIFIN
Kau tidak mengerti aku. Tak ada bedanya, mimpi sambil tidur dan mimpi sambil bangun.

SLAMET
Aku mimpi, sebab hidup adalah impian.

ARIFIN
Kau ngigau ketika kau katakana bahwa badak itu lari dari kebun
binatang.

SLAMET
Aku kata, mungkin.

ARIFIN
Kebun binatang kita sudah kosong sejak semua binatang-binatangnya dibunuh ketika ada wabah sampar. Sudah lama sekali.

SLAMET (Tak Acuh)
Kalau begitu barangkali terlepas dari sebuah sirkus.

ARIFIN
Apa, sirkus?

SLAMET
Entahlah… rombongan sirkus dari luar negri.

ARIFIN
Kau tahu betul bahwa pemerintah daerah telah melarang segala macam pertunjukan kesenian. Sejak kecil kita tidak pernah lagi menyaksikan sirkus.

SLAMET (Mencoba Menghentikan Kuapnya Tanpa Hasil)
Nah, kalau begitu mungkin binatang tersebut selama ini hidup tersembunyi di daerah rawa sekitar ini.

ARIFIN
Rawa sekitar ini! Rawa sekitar sini… Kasihan kau, hidup dalam kegelapan mabuk arak.

SLAMET (Jujur Dan Sederhana)
Kau benar, terasa seolah-olah naik dari perutku.

ARIFIN
Otakmusudah diselubungi kabut! Mana ada rawa di sekitar sini? Daerah kita terkenal banyak gunung kapurnya, dan oleh karena itu kering!

SLAMET (Jemu)
Kalau begitu aku tidak tahu. Mungkin ia telah bersembunyi di balik batu. Atau mungkin ia telah bersarang di dahan-dahan kering.

ARIFIN
Jangan berfikir bahwa kau lucu, sama sekali tidak! Kau malah membosankan, dengan jawaban-jawabanmu yang bodoh dan bertentangan itu, kau tidak mampu berbicara serius.

SLAMET
Hari ini, Cuma hari ini, sebab… sebab…

MENUNJUK KEPALANYA SENDIRI

ARIFIN
Sama saja hari ini seperti hari-hari lain!

SLAMET
Kurasa tidak!

ARIFIN
Kau sudah kehabisan bahan untuk melucu.

SLAMET
Aku sama sekali tidak….

ARIFIN (Memotong)
Kau fakir aku senang kau permainkan?

SLAMET (Dengan Tangan Ke Hatinya)
Arifin, sahabatku, betapa aku akan tega berbuat demikian…

ARIFIN (Memotong)
Ya , Slamet sahabatku, ternyata kau tega berbuat demikian….

SLAMET
Sungguh, aku tidak mau dan tidak akan berbuat begitu terhadap kau.

ARIFIN
Buktinya, baru saja kau lakukan.

SLAMET
Kau betul-betul percaya bahwa….

ARIFIN (Memotong)
Aku percaya pada kenyataan.

SLAMET
Aku jamin…

ARIFIN (Memotong)
Bahwa kau mempermainkan aku.

SLAMET
Ada kalanya kau ini kepala batu.

ARIFIN
Sekarang tambah kau menganggap aku kerbau. Sadarkah kau bahwa kau sangat menghina aku?

SLAMET
Jika saja kau mengerti jalan fikiranku.

ARIFIN
Kau tidak punya fikiran

SLAMET
Orang tidak punya fikiran tidak dapat mengutarakan hal-hal seperti kau tuduhkan tadi.

ARIFIN
Ada hal-hal yang bisa timbul dalam pikiran orang-orang tanpa
otak.

SLAMET
Tidak mungkin?

ARIFIN
Siapa bilang tidak mungkin?

SLAMET
Aku bilang tidak mungkin.

ARIFIN
Jelaskan dulu padaku mengapa tidak mungkin. Rupanya kau maha mampu menjelaskan segala sesuatu.

SLAMET
Aku tidak pernah menganggap diriku maha mampu.

ARIFIN
Tapi mengapa kau berlagak demikian? Dan aku ulangi
pertanyaanku, mengapa kaumenghina aku?

SLAMET
Aku tidak menghina kau. Kaumeleset. Kau tahu bahwa aku menaruh hormat padamu.

ARIFIN
Lalu kenapa kau menentang aku, menganggap tidak berbahaya tanpa fakta bahwa seekor badak mengamuk di pusat kota –terutama lagi ini hari minggu ketika banyak anak-anak sedang jalan-jalan, juga orang dewasa…

SLAMET
Orang-orang ada yang sedang di gereja, ada yang itirahat di rumah. Jadi tidak semuanya terancam bahaya.

ARIFIN (Memotong)
Aku belum selesai bicara – ditambah sekarang orang-orang sedang belanja ke paar.

SLAMET
Aku tidak pernah mengatakan bahwa badak yang berkeliaran di kota tidak berbahaya. Soalnya secara pribadi bahaya tersebut tak pernah terpikirkan olehku. Belum terlintas dalam pikiranku.

ARIFIN
Kapan kau pernah memikirkan sesuatu?

SLAMET
Aku memang setuju dengan kau. Tidak baik kalau seekor badak bisa berkeliaran seenaknya.

ARIFIN
Harus dilarang!

SLAMET
Akur, harus dilarang! Terlalu gila-gilaan memang! Meskipun begitu tidak ada alasannya bagi kau dan aku untuk bertengkar. Mengapa kau mesti menyerang aku hanya berhubung seekor
binatang keparat yang berkulit tebal kebetulan lewat di sini. Binatang goblog berkaki empat yang tak perlu dihebohkan. Dan dengan sendirinya binatang yang bua, dan jelasnya sekarang
sudah tak nampak, berarti sudah tidak ada. Apa gunanya mempersoalkan binatang yang tidak ada. Lebih baik kita bicara tentang hal-hal lain Arifin, aku mohon padamu…

(Ia Menguap)

masih banyak bahan yangbisa dijadikan pembicaraan

(Ia Mengangkat Gelasnya)

Mari minum dulu…

SARMUD DAN TUAN TUA MUNCUL KEMBALI DARI KIRI. MEREKA DUDUK DI SALAH SATU MEJA SAMBIL TERUS BERCAKAP-CAKAP. DISEBELAH BELAKANG KANAN SLAMET DAN ARIFIN

ARIFIN
Jangan sentuh gelas itu! Kau kularang minum

ARIFIN SENDIRI DALAM SATU TEGUK MENGHABISKAN MINUMANNYA, LALU MELETAKKAN KEMABLI GELASNYA DI MEJA, SLAMET TETAP MEMEGANG
GELASNYA, TIDAK MELETAKKANNYA, TAPI JUGA TIDAK BERANI MEMINUMNYA

SLAMET (Agak Malu-Malu)
Sayang kalau membayar tanpa diminum

SIAP MINUM

ARIFIN
Letakkan kembali gelasmu!

SLAMET
Baiklah.

IA MELETAKKAN KEMBALI GELANYA. SAAT ITU DEWI LEWAT. IA SEORANG SEKRETARIS MUDA. IA MELEWATI PENTAS DARI KANAN KE KIRI, KETIKA
MELIHATNYA, SLAMET TIBA-TIBA BERDIRI DAN DENGAN CANGGUNGNYA MENYENTUH MEJA. GELAS TERGULING DAN MEMBASAHI CELANA ARIFIN

Ooo… itu Dewi!

ARIFIN
Matamu ke mana? Lihat apa yang kau lakukan!

SLAMET
Itu Dewi.. Maafkan aku

(Ia Sembunyi Dari Dewi)

Aku tak mau ia melihat akau dalam keadaan seperti ini.

ARIFIN
Tingkah lakumu tak dapat diampuni, tak dapat diampuni!

(Memandang Ke Arah Dewi Yangbaru Saja Menghilang Dari Panggung)

Mengapa kau mesti takut pada gadis itu?

SLAMET
Aduh , jangan bikin rusuh, jangan bikin rusuh!

ARIFIN
Ia tidak menakutkan untuk dilihat!

SLAMET (Kembali Dekat Ke Arifin, Setelah Dewi Cukup Jauh)
Aku sekali lagi mesti meminta maaf padamu karena…..

ARIFIN
Lihat sendiri akibatnya kalau terlalu banyak minum, kau tidak kuasai lagi tingkah lakumu. Tanganmu sudah tidak bertenaga lai, betul-betul pemabuk yang reyot. Kau menggali sendiri kuburmu kawan, kau menghancurkan dirimu.

SLAMET
Sebetulnya aku tidak suka minuman keras. Tapi kalau sekali-kali aku tidak minum, aku tidak pua. Aku seakan-akan jadi takut, maka akuminum supaya tidak merasa takut.

ARIFIN
Takut apa?

SLAMET
Entahlah. Peraaan sengsara yang tak dapat kugambarkan padamu. Aku merasa tidak betah dalam kehidupan, di antara manuia sesama, dan begitulah, aku minum. Minuman
menenangkan aku dan menentramkan aku, sehingga akupun dapat melupakan…

ARIFIN
Kau mau lari dari dirimu sendiri?

SLAMET
Aku begitu lelah, sudah bertahun-tahun aku lelah. Sungguh berat memikul tubuhku ini.

ARIFIN
Itulah gangguan syaraf berkat alcohol, penyakit murung seorang pemabuk…

SLAMET (Melanjutkan)
Aku selalu sadar akan tubuhku yang terasa seolah-olah dari timah. Seperti aku mendukung-dukung orang lain di atas punggungku, aku seolah-olah tidak bisa menyesuaikan diri dengan tubuhku ini. Aku bahkan tidak tahu apakah aku betul-betul aku. Baru setelah aku minum sedikit, timah itu terlepas dan aku kenali diriku. Aku menjadi aku kembali.

ARIFIN
Ocehan melulu! PAndanglah aku Slamet. Berat badanku jauh lebih dari kau. Tapi aku merasa ringan, ringan seperti bulu burung.

IA MENGIBASKAN LENGANNYA SEPERTI BURUNG TERBANG. PADA SAAT ITU TUAN SARMUD YANG ASYIK DALAM PERCAKAPAN MAJU LAGI KE DEPAN, LEWAT DEKAT ARIFIN. TANGAN ARIFIN TANPA SENGAJA MEMUKUL TUAN YANG MENYEBABKAN DIA TERHUYUNG KE DALAM PELUKAN SARMUD

SARMUD
Sebuah contoh dari silogisme

(Ia Terhuyung)

Ooohh!

TUAN (Kepada Arifin)
Awas !

(Kepada Sarmud)

Maafkan…

ARIFIN (Kepada Tuan)
Maafkan

SARMUD (Kepada Tuan)
Tak apa-apa.

TUAN (Kepada Arifin)
Tak apa-apa.

TUAN DANSARMUD DUDUK KEMBALI LEBIH DEKAT SEDIKIT DI BELAKANG KANAN ARIFIN DAN SLAMET

SLAMET
Kau orang kuat.

ARIFIN
Ya, aku kuat. Aku kuat dengan berbagai alasan. Pertama-tama aku kuat karena badanku sehat. Kedua, aku kuat karena mentalku kuat. Aku juga kuat karena aku tidak digerogoti oleh minuman keras. Aku bukan bermaksud menyinggung peraaanmu, slamet, temanku… Tak perlu rasanya aku mengabarkan padamu bahwa minuman keraslah yang membebani kau begitu berat

SARMUD (Kepada Tuan)
Kuberi contoh dari silogisme. Kucing berkaki empat. Tompel dan cicak keduanya berkaki empat. Jadi tompel dan cicak kucing.

TUAN
Anjingku berkaki empat.

SARMUD
Jadi kucing juga.

SLAMET (Kepada Arifin)
Aku sudah hampir tidak sanggup lagi untuk meneruskan hidup. Mungkin aku tiak ingin hidup lagi.

TUAN (Setelah Merenung)
Kalau begitu secara logika anjingku itu kucing?

SARMUD
Secara logika, ya. Tapi sebaliknyapun benar.

SLAMET
Kesepian sangat menekan aku. Begitu pula kehadiran banyak orang menekan aku.

ARIFIN
Ucapan-ucapanmu saling bertentangan. Apa yang menekan kau? Kesepian atau kehadiran banyak orang? Kau menganggap dirimu seorang pemikir, tapi buktinya kau bicara tidak logis.

TUAN (KEPADA SARMUD)
Logika rupanya sesuatu yang indah.

SARMUD
Selama tidak disalah gunakan.

SLAMET
Kehidupan melulu urusan-urusan yang abnormal.

ARIFIN
Sebaliknya. Tak ada yang lebih wajar daripada kehidupan. Dan buktinya manusia melanjutkan kehidupan.

SLAMET
Jumalh orang mati lebih banyak dari yang hidup. Jumlah tersebut terus meningkat. Yang hidup makin lama makin berkurang.

ARIFIN
Yang sudah mati termasuk tidak ada, dan itu tidak bisa kau sangkal. Ha ha ha ! Apakah kau juga merasa tertekan oleh yang mati? Betapa mungkin kau tertekan oleh sesuatu yang tidak ada?

SLAMET
Kadang-kadang aku ini bertanya apakah aku ini ada?

ARIFIN
Slamet, temanku yang baik, Kau tidak ada karena kau tidak mau berpikir. Pakailah pikiranmu dank au pasti ada.

SARMUD
Sebuah silogisme lagi. Semua kucing mesti mati. Seorang filsuf mati. Jadi filsuf adalah kucing.

TUAN
Dan memang kakinya empat. Aku punya kucing yang namanya filsup.

SARMUD
Nah, terbukti….

ARIFIN
Pada daarnya kau hanya menggertak. Pembohong besar. Katamu kehidupan sudah tidak menarik bagimu. Padahal ada seorang oleh siapa kau merasa tertarik.

SLAMET
Siapa?

ARIFIN
Teman wanita sekantor yang tadi baru saja lewat. Aku tahu kau
senang padanya.

TUAN
Jadi seorang filsuf itu seekor kucing?

SARMUD
Logika telah membentangkan faktanya kepada kita.

ARIFIN
Kau tidak mau dia melihat kau dalam keadaan seperti sekarang

SLAMET MENGGERAKKAN TANGANNYA

Itu membuktikan bahwa kau bukan tidak peduli terhadap segala sesuatu. Tapi bagaimana kau bisa mengharapkan Dewi akan jatuh cinta pada seorang pemabuk?

SARMUD
Mari kita kembali kepada kucing-kucing kita.

TUAN
Kupasang telingaku.

SLAMET
Soalnya, aku menduga matanya sudah mengincar-incar orang lain.

ARIFIN
Masa, siapa?

SLAMET
Darmawan, rekanku sekantor. Ia sudah punya gelar SH, dan masa depannya terjamin dalam perusahaan kami – dan dalam hati Dewi. Aku tidak mungkin berharap akan menyainginya.

SARMUD
Kucing bernama tompel berkaki empat.

TUAN
Tahu dari mana?

SARMUD
Itu atelah ditentukan oleh perumpamaan kita.

SLAMET
Majikan sangat mengharapkan dia. Sedangkan aku tidak mempunyai jaminan di hari depan. Tak punya kepandaian apa-apa, kesempatan tertutup sama sekali bagiku.

TUAN
Begitulah, dalam perumpamaan tadi.

ARIFIN
Jadi kau mengalah begitu saja.

SLAMET
Habis mau apa?

SARMUD
Cicarpun berkaki empat. Jadi berapa kaki yang dimiliki cicar serta tompel?

TUAN
Masing-masing atau bersama?

ARIFIN
Penghidupan adalah pergulatan. Kau pengecut kalau tak berani
berkelahi!

SARMUD
Masing-masing atau bersama-sama tergantuing bagaimana
melihatnya.

SLAMET
Aku dapat berbuat apa? Aku tak punya apa-apa untuk pembelaan diri dalam pergulatan.

ARIFIN
Kau harus tempa senjata-senjatamu kawan.

TUAN (Setelah Berfikir Berat)
Delapan…. Delapan kaki.

SARMUD
Ternyata logika melibat ilmu hitung.

TUAN
Yang sudah jelas segi-seginya banyak!

SLAMET
Dimana dapat kuperoleh senjata-senjataku ?

SARMUD
Logika tidak mengenal batas-batas.

ARIFIN
Dalam dirimu sendiri. Dengan kemauan sendiri.

SLAMET
Senjata-senjata apa?

SARMUD
Akan kuuraikan.

ARIFIN
Senjata kesabaran dan kebudayaan, senjata-senjata batin

(Slamet Menguap).

Pupuklah dirimu menjadi seorang cendikia yangtajam dan gemilang. Penuhilah syarat-syarat yang tertinggi.

SARMUD
Kalau kuambil dua kaki dari kucing-kucing ini, berapakah yang tinggal pada masing-masing?

TUAN
Itu tidak mudah.

SARMUD
Justru mudah sekali

TUAN
Untuk kau mudah, tapi tidak mudah untukku.

SLAMET (Kepada Arifin)
Untuk kau mudah, tapi tidak mudah untukku.

SARMUD
Ayo pikirkan dulu, ini pengji otak. Pusatkan segala pikiran!

ARIFIN
Ayo tunjukkan dulu, ini penguji kemauan. Pusatkan segala
tekad!

TUAN
Serasa aku tidak tahu.

SLAMET
Sungguh-sungguh rasanya aku tidak yahu.

SARMUD
Mesti kujelaskan semuanya?

ARIFIN
Mestikah kujelaskan semuanya?

SARMUD
Ambil secarik kertas dan hitunglah. Kalau enam kaki diambil dari dua kucing itu

TUAN
Sebentar…

(IA MENGHITUNG PADA SECARIK KERTAS YANG DIKELUARKAN DARI AKUNYA)

ARIFIN
Camkanlah petunjuk-petunjukku. Berpakaianlah yang rapih, cukurlah janggutmu setiap hari,pakailah selalu baju yangbersih.

SLAMET
Harga cuci pakaian mahal sekali.

ARIFIN
Batailah minuman keras. Kalau kau hadir di depan umum, sepatumu semir yang mengkilat. Cari tukang jahit yang baik untuk potongan bajumu. Seing-seringlah berdasi seperti aku. Belilah topi.

(SETIAP DISEBUTKAN BENDA-BENDA ITU, IA MENUNJUK DENGAN KEPUASAN PADA YANG DIPAKAINYA SENDIRI)

TUAN
Dapat dijawab dengan beberapa kemungkinan.

SARMUD
Coba.

SLAMET
Sesudah itu apa? Coba…

SARMUD
Aku mau dengar.

SLAMET
Aku mau dengar.

ARIFIN
Segala sesuatunya padamu memang serba tidak berani, tapi itu bukan berarti kau tidak punya bakat.

SLAMET
Bakat? Aku?

ARIFIN
Gunakanlah. Tempatkanlah dirimu di tengah-tengah perhatian umum. Ikutilah selalu perkembangan kebudayaan dan kesusasteraan jaman kita.

TUAN
Kemungkinan yang satu: satu kucing kakinya empat, sehingga yang lain berkaki dua.

SLAMET
Aku hampir tak punya waktu bebas.

SARMUD
Bakat ada pada tuan. Tinggal perlu latihan.

ARIFIN
Ambil keuntungan yang dapat diambil dari waktu bebas yang seadanya. Jangan biarkan dirimu terombang ambing tanpa tujuan.

TUAN
Sayang akudulu tak pernah mendapat kesempatan. Aku hanya bekas ambtenar.

SARMUD
Setiap waktu bisa digunakan untuk belajar.

ARIFIN
Waktu bisa kita ciptakan.

SLAMET
Sudah terlanjur.

TUAN
Agaknya aku sudah terlalu tua.

ARIFIN
Menganggap terlambat adalah salah.

SARMUD
Menganggap terlambat adalah salah.

ARIFIN
Kau bekerja 8 jam setiap hari, seperti aku dan setiap orang. Tapi kau bebas pada hari minggu, di waktu malam dan selama 2 kali hari cuti tahunan. Itu lebih dari cukup, asal pakai sistim tertentu.

SARMUD
Lalu bagaimana tentang jawaban-jawaban yang lainnya? Coba sistimatis sedikit, sistimatis!

ARIFIN
Begini, daripada kau minum dan meraa sakit-sakit. Tidakkah lebih baik kau merasa segar dan bersemangat, juga di waktu kerja? Dan kau bisa manfaatkan waktumu yang bebas secara
konstruktif.

SLAMET
Umpamanya?

ARIFIN
Kunjungilah museum, pameran. Bacalah majalah-majalah bermutu, hadirilah ceramah-ceramah. Pasti kejengkelan-kejengkelan akan lenyap, budimu akan ditingkatkan. Dalam
empat minggu kau bisa jadi budaywan.

SLAMET
Memang.

TUAN
Kucing yang satu bisa berkaki lima…

ARIFIN
Nah kau mudah mulai berfikir sendiri! 33

TUAN
Dengan kucing yang lain berkaki tunggal. Tapi apakah maih bisa dinamakan kucing?

SARMUD
Kenapa tidak?

ARIFIN
Daripada kau hambur-hamburkan uang jajan pada bir, bukankah lebih bermanfaat kalau kau belikan karcis untuk pertunjukan drama yang baik? Apakah kau sudah tahu tentang mereka yang merintis seni teater? Pernahkah kau menyaksikan drama-drama karya Ionesco?

SLAMET
Sayang sekali tidak, aku hanya dengar dari omongan orang.

TUAN
Dengan mengambil dua dari delapan kaki yang dimiliki oleh dua kucing…

ARIFIN
Saat ini salah satu karyanya sedang dipanggungkan. Jangan lalui
kesempatan baik.

TUAN
Kucing yang satu bia berkaki enam.

SLAMET
Mudah-mudahan suatu perkenalan yang berkesn dengan aliran-
aliran kesenian jaman kita.

TUAN
Maka kucing yang lain sama sekali tidak berkaki.

SLAMET
Kuakui kau yang benar. Aku akan berusaha sekeras-kerasnya agar mendapat perhatian umum, seperti kau anjurkan tadi.

SARMUD
Dengan demikian ada satu kucing yang mempunyai kedudukan
istimewa.

SLAMET
Pastilah aku berjanji.

ARIFIN
Yang penting, kau berjanjilah pada dirimu sendiri.

TUAN
Dan satu kucing lagi yang malang nasibnya sebab tidak dikaruniai kaki barang satupun.

SLAMET
Dengan hikmat aku berjanji pada diriku, dan aku tidak boleh melanggar kata-kata sendiri.

SARMUD
Begitu tidaklah adil, maka juga tidak logis.

SLAMET
Aku takkan minum-minum lagi, melainkan aku kembangkan budiku. Aku sudah meraa lebih baik. Kepalaku sudah terasa bening.

ARIFIN
Nah, itu!

TUAN
Tidak logis?

SLAMET
Sore ini aku ke pameran. Dan aku akan membeli dua karcis untuk pertunjukan drama malam ini. Kau bersedia ikut dengan aku?

SARMUD
Sebab logika berarti keadilan.

ARIFIN
Kau harus bertahan. Junjunglah tekadmu dengan baik.

TUAN
Aku mengerti. Keadilan……

SLAMET
Aku berjanji padamu, aku berjanji pada diri sendiri. Kau ikut dengan aku ke pameran sore ini?

ARIFIN
Sore ini aku mau itirahat. Sudah kutetapkan dalam acara hari ini.

TUAN
Keadilan adalah sebuah aspek pula dari logika.

SLAMET
Tapi kau bersedia ikut nonton drama dengan aku malam ini?

ARIFIN
Malam ini aku berhalangan.

SARMUD
Caramu berfikir sudah tambah bening.

ARIFIN
Dengan sepenuh hati aku berharap kau menjunjung tekadmu yang baik. Sayang malam ini aku ada janji dengan beberapa teman untuk minum-minum sedikit.

SLAMET
Minum-minum?

TUAN
Jelasnya, kucing tanpa kaki barang satupun…

ARIFIN
Aku sudah berjanji. Aku tiodak pernah melanggar janji.

TUAN
Tidak akan mampu lari cepat untuk menangkap tikus.

SLAMET
Ha, sekarang kau membari contoh jelek padaku! Kau mau pergi minum-minum.

SARMUD
Kau sudah memperlihatkan kemajuan dalam logika.

MULAI TERDENGAR LAGI SUARA BINATANG LARI, TEROMPETNYA, DERAP KAKI, BUNYI ITU DATANG BERLAWANAN DENGAN ARAH YANG TADI, DARI
BELAKANG PENTA KE ARAH DEPAN DI SEBELAH KIRI

ARIFIN (Marah)
Pokoknya aku bukan pecandu minuman keras. Tidak sama dengan kau, Pada kau… kau… pendek kata, sama sekali tidak sama!

SLAMET
Mengapa tidak sama?

ARIFIN (Berteriak Mengatasi Bunyi Binatang Dari Belakang)
Aku bulan pemabuk, bukan!

SARMUD (Keras)
Walaupun tidak berkaki, kucing tetap menangkap tikus. Itulah tabiatnya.

SLAMET (Berseru Sekeras-Keranya)
Aku tidak mengatakan bahwa kau pemabuk. Tapi dalam hal ini, jika aku bisa pemabuk,
mengapa kau tidak akan hadapi bahaya yang sama?

TUAN (Keras)
Apakah tabiat kucing?

ARIFIN
Karena dalam segala sesuatu ada keseimbangan. Aku orang yang seimbang, tidak seperti kau!

SARMUD (Memasang Tangannya Ke Telinga)
Apa kata kau?

BUNYI YANG MENDERU MEMBENAMKAN UCAPAN KEEMPAT PERAN

SLAMET (Memasang Tangannya Ke Telinga)
Apa tentang aku, apa? Kau mengatakan apa?

ARIFIN (Berteriak)
Aku mengatakan….

TUAN (Berteriak)
Aku mengatakan….

ARIFIN (Tiba-Tiba Menyadari Bunyi Yang Samngat Dekat Itu)
Ada apa?

SARMUD
Terjadi apa?

ARIFIN (Berdiri, Kursinya Terlempar)
Hei, ada badak!

TUAN (Sama)
Hei, ada badak!

SLAMET (Tetap Duduk , Tapi Sekarang Memperhatikan)
Badak! Arah sebaliknya.

PELAYAN (Membawa Baki Dengan Gelas-Gelas)
Apa itu? Hei ada badak!

BAKI JATUH DAN GELAS-GELAS PECAH

TUKANG BAKMI (Keluar)
Apa yang terjadi?

PELAYAN
Badak!

SARMUD
Badak! Kabur dengan kencangnya di pinggir sebrang jalan.

PEMILIK (Keluar)
Hei, ada badak!

ARIFIN
Hei, ada badak!

ISTERI (Menampakkan Kepala Dari Jendela Atas Toko)
Hei, ada badak!

TUKANG BAKMI
Bukan alasan untu memecahkan gelas-gelas.

ARIFIN
Ia lari melurus dalam arahnya, menyerempet etalase-etalase toko.

DEWI (Muncul Dari Kiri)
Oooo, ada badak!

SLAMET
Ooo Dewi…

HURU-HARA, ORANG-ORANG SIMPANG SIUR, DIIRINGI Oooo DAN Aaaaa SEPERTI TADI

PELAYAN
Bayangkan…!

ARIFIN & SLAMET
Bayangkan…!

TERDENGAR MEONG KUCING YANG MENYAYAT, LALU TERIAKAN WANITA YANG MENYAYAT

SEMUA
Aduh!

PADA SAAT ITU BUNYI SUDAH MENJAUH LAGI. NYONYA MUNCUL TANPA TAS BELANJA, TAPI MEMEGANG BANGKAI KUCING YANG BERLUMURAN
DARAH

NYONYA (Meratap)
Kucingku tergilas badak, kucingku tergilas badak…

PELAYAN
Kucingnya tergilas badak.

PEMILIK TOKO, ISTERINYA DI JENDELA, TUAN TUA, DEWI DAN SARJANA MUDA MENGELILINGI NYONYA, LALU BERKATA

SEMUA
Alangkah menyedihkan, kasihan, sungguh kasihan…

TUAN
Kasihan, sungguh kasihan…

DEWI & PELAYAN
Kasihan, sungguh kasihan….

ISTERI, TUAN DAN SARMUD
Kasihan, sungguh kasihan…

TUKANG BAKMI (Kepada Pelayan, Menunjuk Gelas Pecah Dan
Kursi Yang Terguling)
Jangan berdiri dan diam saja. Bereskan dan bersihkan!

ARIFIN DAN SLAMET MENDEKATI NYONYA YANG MERATAP SAMBIL MEMEGANG KUCINGNYA

PELAYAN (Mulai Membereskan Kursi Dan Gelas-Gelas
Yang Pecah Sambil Menoleh Pada Nyonya)
Aduh, kasihan…

TUKANG BAKMI (Menunjuk Pecahan Gelas Yang Tak Terlihat
Oleh Pelayan)
Sebelah sana, sebelah sana…!

TUAN (Kepada Pemilik Toko)
Nah, bagaimana pendapat saudara?

SLAMET (Kepada Nyonya)
Jangan menangis begitu. Aku tak tahan mendengarnya.

DEWI (Kepada Slamet)
Apa kak Slamet juga menyaksikan? Melihat yang terjadi tadi?

SLAMET
Selamat pagi dik Dewi, maafkan, aku belum cukur jenggot…

TUKANG BAKMI (Mengawasi Pembersihan, Lalu Menoleh Pada
Nyonya)
Kasihan, benar-benar kasihan….

PELAYAN (Terus Membersihkan Pecahan Gelas, Membelakangi Nyonya)
Kasihan, benar-benar kasihan…

SEMUA PERNYATAAN INI DIUCAPKAN DALAM URUTAN CEPAT DAN HAMPIR BERSAMAAN

ISTERI (Di Jendela)
Ini sudah keterlaluan!

ARIFIN
Ini sudah keterlaluan!

NYONYA (meratap, membuai kucingnya)
Pusiku mungil, kucingku mungil…

TUAN
Apa daya , nyonya. Kucingpun kelak mesti mati.

SARMUD
Jangan diterima terlalu berat, nyonya. Semua kucing bisa mati. Itu nasib yang mesti kita terima.

NYONYA
Kucingku, kucingku mungil…

TUKANG BAKMI (kepada pelayan yang telah mengumpulkan Beling ke dalam lapnya)
Buang saja dalam tempat sampah

(Ia membereskan kursi)

Kau berutang enam ratus rupiah.

PELAYAN (MASUK)
Uang saja yang dipikirkan!

ISTERI (dari jendela, kepada nyonya)
Nyonya tak usah terlalu sedih!

TUAN
Nyonya tak usah terlalu sedih.

TUKANG BAKMI
Kerugian kupotong dari gajimu.

SLAMET BERUSAHA MENYEMBUNYIKAN DIRI DARI DEWI. YANG LAIN BERGERAK KE TENGAH PANGGUNG DAN BERKELOMPOK DI SITU

SEMUA
Bayangkan!

ISTERI
Setidak-tidaknya pengalaman seperti ini sangat memukul kita!

NYONYA
Kucingku mungil, kucingku mungil!

DEWI
Setidaknya pengalaman seperti ini memang sangat memukul kita.

TUAN (membimbing nyonya kesebuah meja diikuti Oleh yang lain)
Duduk dulu di sini, nyonya.

ARIFIN (kepada tuan)
Nah, bagaimana menurut pendapat tuan?

PEMILIK (kepada sarmud)
Nah, bagaimana menurut pendapat saudara?

ISTERI (dari jendela, kepada dewi)
Nah, bagaimana menurut pendapat nona?

TUKANG BAKMI (kepada pelayan yang telah kembali ke Panggung)
Ambilkan air segela untuk nyonya ini!

TUAN
Duduklah dulu, nyonya!

ARIFIN
Kasihan Nyonya ini.

ISTERI
Kasihan kucing itu.

SLAMET (Kepada Pelayan)
Lebih baik memberi nyonya ini segelas arak.

TUKANG BAKMI
Arak! Saudara ini yang membayar!

MENUNJUK SLAMET

PELAYAN (Masuk)
Baik, segelas arak!

NYONYA (Tersedu)
Saya tak uka arak, tak suka arak!

PEMILIK
Tadi binatang itu sudah satu kali lewat tokoku.

ARIFIN (Kepada Pemilik Toko)
Ini bukan binatang yang sama.

PEMILIK
Mungkin saja sama.

DEWI
Apa sudah lewat dua kali?

TUKANG BAKMI
Kupikir juga binatang yang sama.

ARIFIN
Tidak, bukan badak yang sama. Yang pertama-tama lewat tadi bercula dua di atas sungutnya, ialah badak jenis asia; yang baru lewat bercula tunggal, ialah badak jenis Afrika.

PELAYAN MUNCUL DENGAN SEGELA ARAK DAN MEMBAANYA KE NYONYA

TUAN
Ini arak sedikit untuk menguatkan nyonya.

NYONYA (Menangis)
Tidak… aaa

SLAMET (Mendongkol, Kepada Arifin)
Omong kosong… Dari mana kau tahu tentang cula-cula itu? Begitu cepat binatang itu
lewat sehingga kita tak dapat melihatnya dengan jelas.

DEWI (Kepada Nyonya)
Percayalah, arak ini baik untuk nyonya.

TUAN (Kepada Slamet)
Betul sekali. lewat dengan kencangnya.

TUKANG BAKMI
Cicip dulu sedikit, enak…

SLAMET
Dari mana waktumu untuk menghitung culanya.

ISTERI (Kepada Pelayan)
Pakakan saja untuk minum.

SLAMET
Ditambah awan debu yang meliputi binatang itu…

DEWI
Minumlah…

TUAN
Seteguk saja, nyonya. Beranikanlah

PELAYAN MENYORONGKAN GELAS KE MULUT NYONYA YANG MULA-MULA MENOLAK, TETAPI KEMUDIAN MEMINUMNYA SAMPAI HABIS

PELAYAN
Nah, beres!

ISTERI & DEWI
Nah, begitu.

ARIFIN
Aku tidak perlu meraba-raba jalanku dalam kabut. Aku mampu menghitung cepat. Otakku terang benderang!

TUAN
Sekarang merasa lebih baik?

SLAMET
Tetapi kepalanya merunduk ke bawah.

TUKANG BAKMI
Enak rasanya, betul tidak.?

ARIFIN
Justru itu, jadi lebih nampak.

NYONYA
Kucingku mungil.

SLAMET
Omong kosong melulu!

ISTERI
Saya punya kucing lain. Kalu nyonya mau, boleh ambil.

ARIFIN
Apa katamu? Kau menuduh aku berbicara omong kosong?

NYONYA
Tak bisa ada gantinya

IA MENANGIS MEMBUAI KUCINGNYA

SLAMET
Ya, omong kosong! Bohong tanpa tedeng aling-aling!

TUKANG BAKMI
Kita harus sabar menerima.

ARIFIN
Seumur hidupku tak pernah berbicara kosong!

TUAN (Kepada Nyonya)
Cobalah kita melihatnya dari falafah kehidupan.

SLAMET
Kau hanya pembual yang pura-pura. Sok segala rupa!

TUKANG BAKMI (Kepada Slamet Dan Arifin)
Saudara-saudara, sudahlah.

SLAMET
Sok! Padahal ia tidak tahu betul faktanya, bahwa sebenarnya badak asia yang bercula tunggal di atas sungutnya, dan jenis Afrika yang dua culanya

PERAN-PERAN LAIN MENINGGALKAN NYONYA DAN MENGERUMUNI
ARIFIN DAN SLAMET YANG SEDANG BERTENGKAR HABI-HABISAN

ARIFIN
Kau yang salah. Justru sebaliknya!

NYONYA (Tersendiri)
Ia begitu lucu…

SLAMET
Berani bertaruh?

PELAYAN
Mereka mau taruhan!

DEWI
Jangan meluap, kak Slamet!

ARIFIN
Aku tidak sudi bertaruh dengan kau. Paling-paling kau sendiri yang bercula dua di atas kepalamu. Dasar mongol aia lu!

PELAYAN
Ramai….

ISTERI (Pada Suami)
Mereka berkelahi betulan!

PEMILIK
Tidak, mereka Cuma bertaruh.

TUKANG BAKMI (Kepada Arifin Dan Slamet)
Mohon jangan bikin rebut di sini!

TUAN
Nanti dulu! Badak mana yangbercula tunggal?

(Kepada Pemilik Toko)

Bung sebagai pedagang barangkali tahu.

SLAMET (Kepada Arifin)
Di atas kepala namanya tanduk. Dan aku tidak bercula atau bertanduk.

PEMILIK (Kepada Tuan)
Mana aku tahu, aku bukan pedagang badak.

ARIFIN
Kau bercula di atas kepala.!

SLAMET
Lagi pula kau sendiri orang Asia. Dan bagaimanapun juga orang
Mongol adalah manusia seperti setiap manusia yang lain.

PELAYAN
Ya , kita semua berbangsa Asia.

TUAN (Kepada Tukang Bakmi)
Bagus!

TUKANG BAKMI (Kepada Pelayan)
Jangan turut campur urusan orang!

DEWI (Kepada Tukang Bakmi)
Apa salahnya? Kita adalah sesama manusia

(SELAMA ITU, NYONYA TERUS SAJA MERATAP)

NYONYA
Ia begitu baik, tak beda dari kita.

ARIFIN (Lupa Diri)
Kulit mereka kuning, tahu!

(Sarmud Berada Di Antara Kelompok Yang Berselisih Dan Nyonya, Mengikuti Perselisihan Dengan Cermat Tanpa Mencampuri)

Selamat siang tuan-tuan

(Kepada Slamet)

Kau jelas tidak termasuk.

NYONYA
Ia begitu setia kepada kita…

TERSEDU

DEWI
Dengar dulu sebentar kak Slamet , bung Arifin….

TUAN
Beberapa di antara teman-temanku dapat dikata berkulit kuning. 45

TUKANG BAKMI
Aku berkulit kuning.

PELAYAN (Kepada Isteri)
Aku pernah punya pacar berkulit kuning.

NYONYA
Saya mendapatkannya ketika ia masih kecil…

ARIFIN (Masih Meluap)
Kulit mereka kuning, kataku. Kuning kunyit!

SLAMET
Yang nyata kau sendiri merah cabe!

ISTERI
Ramai….

TUKANG BAKMI
Kok jadi betulan!

NYONYA
Ia tidak jorok, kalau makan piringnya bersih.

ARIFIN
Kalau kau sudah mempermalukan aku begitu, aku tidak mau melihat mukamu lagi. Aku membuang waktu dengan percuma meladeni orang sinting seperti kau.

NYONYA
Kalau dipanggil ia selalu datang.

(ARIFIN PERGI KE KANAN DENGAN CEPAT DAN MARAH, TAPI MEMBALIK SESAAT SEBELUM MENGHILANG)

TUAN (Kepada Pemilik)
Orang Asia ada yang berkulit putih, ada yang hitam, kebiru-biruan dan coklat seperti kita.

ARIFIN
Dasar pemabuk!

(SEMUA ORANG MELIHAT KEPADA SLAMET DENGAN KAWATIR)

SLAMET
Kau pikir aku terima itu, ha?

SEMUA (Melihat Dengan Kawatir Ke Arah Arifin Menghilang)
Aih, aih…!

NYONYA
Kadang-kadang ia seperti bisa bicara – Ia bisa bicara.

DEWI
Sebetulnya kak Slamet tak usah membuat dia marah.

SLAMET
Apa salahku?

TUKANG BAKMI
Carikan peti untuk korban bintang itu.

TUAN (Kepada Slamet)
Menurut pendapatku, kau yang benar. Badak Asia bercula dua dan jenis Afrika bercula satu.

PEMILIK
Saudara ini justru mengatakan sebaliknya.

DEWI
Kalian dua-duanya bersalah!

TUAN
Meski begitu kau masih benar.

PELAYAN
Nyonya, mari ikut ke dalam. Kita carikan kotak kosong.

NYONYA (Cemas Tersedu-Sedu)
Jangan, tidak boleh…!

PEMILIK
Kalau aku boleh mengemukakan pendapat, menurut aku tuan Arifin tadi yang benar.

DEWI (Membalik Pada Nyonya)
Nyonya, jangan begitu!

(DEWI DAN PELAYAN MENUNTUN NYONYA MENUJU PINTU)

TUAN (Kepada Dewi)
Barangkali saya perlu ikut?

PEMILIK
Badak Asia bercula satu dan badak Afrika bercula dua. Tapi sebaliknyapun benar.

DEWI (Kepada Tuan)
Tidak, biarlah kami saja

DEWI, PELAYAN DAN NYONYA YANG TAK TERHIBURKAN MASUK
RUMAH

ISTERI (Kepada Suaminya)
Ah, kau mengang selalu lain dari pada yang lain.

SLAMET (Kesamping)
Dewi benar. Aku tak usah membantah dengan Arifin.

TUKANG BAKMI (Kepada Isteri Pemilik Toko)
Suamimu benar. Badak Asia bercula dua dan yang satu lagi, dari jenis Afrika, bercula
dua, dan sebaliknya.

SLAMET (Kesamping)
Ia tidak tahan dibantah. Perbedaan paham yang kecilpun sudah membuat dia marah.

TUAN (Kepada Tukang Bakmi)
Kau keliru, kawan.

TUKANG BAKMI
Maaf, aku rasa, akulah yang benar.

SLAMET
Adat pemarah itulah kelemahannya.

ISTERI (Kepada Tuan, Tukang Bakmi Dan Suaminya)
Siapa tahu dua-duanya sama saja.

SLAMET
Dalam dasar jiwanya aku tahu ia berhati emas. Ia sering berbuat baik untukku.

TUKANG BAKMI (Kepada Isteri)
Kalau yang satu bercula dua, maka yang satu lagi Cuma bercula satu.

SLAMET
Menyesal aku tadi kurang prihatin. Siapa suruh dia berkepala batu begitu? Tak ada maksudku mendesak dia.

(Kepada Yang Lain)

Ia memang paling senang melontarkan keterangan-keterangan yang dikarangnya. Selalu ingin menggemparkan orang dengan kepintarannya. Ia tak pernah mau mengaku dirinya salah.

TUAN
Apa kau punya bukti-buktinya?

SLAMET
Bukti dari apa?

TUAN
Dari keterangan seperti yang tadi kau berikan, yang telah menyebabkan selisih tidak nyaman itu dengan temanmu.

PEMILIK
Ya, buktinya ada?

TUAN
Dari mana kau tahu bahwa dari dua jenis badak, satu bercula satu dan yang lainnya bercula dua? Manakah yang satunya, manakah yang lainnya?

ISTERI
Sama saja seperti kita. Ia tidak tahu!

SLAMET
Terlebih dahulu, kita belum tahu apakah ada dua badak. Aku
sendiri percaya bahwa hanya ada satu.

TUKANG BAKMI
Sekiranya tadi ada dua, apakah yang culanya tunggal datang dari Asia?

TUAN
Tidak. Dari Afrika saja tadi yang bercula dua. Menurut pikiranku begitu.

TUKANG BAKMI
Yang mana bercula dua?

PEMILIK
Bukan yang jenis Afrika.

ISTERI
Susah mencapai persetujuan.

TUAN
Tapi persoalan ini mesti kita pecahkan bersama

SARMUD (Maju)
Maafkan aku menggangu, saudara-saydara. Bukankah itu persoalan yang kita hadapi? Perkenankanlah aku memperkenalkan diri.

TUAN (Memperkenalkan Sarmud Pada Slamet)
Kenalan saya, Sarjana Muda.

SLAMET
Senang bertemu dengan tuan.

SARMUD
Jabatanku Sarjana Muda, ini kartu saya

IA MENGELUARKAN KARTU

SLAMET
Saya merasa terhormat.

PEMILIK
Suatu kehormatan besar untuk kami di sini.

TUKANG BAKMI
Pastilah tuan bisa menjelaskan kepada kami. Jika sekiranya badak Afrika bercula tunggal….

TUAN
Atau dwi cula…

ISTERI
Dan sekiranya badak Asia itu dwi cula….

PEMILIK
Atau eka cula…

SARMUD
Tepat. Bukan itulah persoalannya. Baik saya terangkan dulu.

PEMILIK
Tapi kami ingin menyelesaikan persoalan itu.

SARMUD
Bolehkah saya bicara dulu, saudara-saudara….?

TUAN
Perkenankan dulu ia berbicara.

ISTERI (Kepada Slamet)
Terutama akan ditujukan kepadamu. Tapi juga kepada semua hadirin di sini.

PEMILIK
Juga kami.

SARMUD
Begini, kau telah menyimpang dari pokok persoalan yang menimbulkan pembantahan. Pertama, kau sedang memperbincangkan, betulkah atau tidak badak yang belum lama
lewat di sini itu sama dengan yang lewat terdahulu, ataukah badak yang berlainan. Itulah perkara yang akan diselesaikan.

SLAMET
Ya, tetapi secara bagaimana?

SARMUD
Mudah saja. Boleh jadi pada dua kesempatan tadi kau melihat badak tunggal bercula tunggal…

PEMILIK (Mengulangi Kalimat Seolah Lebih Memahami)
Pada dua kesempatan badak tunggal….

TUKLANG BAKMI (Sama)
Bercula tunggal…

SARMUD
Atau boleh jadi kau saksikan pada dua kesempatan badak tunggal bercula dua.

TUAN (Mengulang)
Badak tunggal bercula dua pada dua kesempatan…

SARMUD
Tepat. Atau bisa juga begini, kau saksikan satu badak bercula satu, lalu badak lain yang bercula satu….

ISTERI (Geli)
Hi hi hi…..

SARMUD
Atau bisa juga, semula badak bercula dua, disusul oleh badak kedua bercula dua.

TUKANG BAKMI
Betul juga.

SARMUD
Nah jadi, sekiranya…

PEMILIK
Jadi sekiranya…

TUAN
Ya, jadi sekiranya…

SARMUD
Jika pada kesempatan yang pertama kau saksikan badak bercula dua…

TUKANG BAKMI
Bercula dua….

SARMUD
Pada kesempatan ke dua, badak bercula satu….

PEMILIK
Bercula satu….

SARMUD
Itupun belum menentukan.

TUAN
Belum dapat menentukan.

TUKANG BAKMI
Mengapa tidak?

ISTERI
Ah, aku sama sekali tidak mengerti.

PEMILIK (Pada Isterinya)
Masuk, masuk!

ISTERI MENARIK BAHUNYA LALU MENGHILANG DARI JENDELA

SARMUD
Sebab besar kemungkinan sejak permunculannya yang pertama sang badak telah patah salah atu culanya, sehingga perlawatan yang pertama dan yang kedua itu dilakukan oleh satu binatang yang sama.

SLAMET
Bisa jadi, tapi….

TUAN
Jangan memotong!

SARMUD
Bisa juga dua ekor badak kedua-duanya bercula dua, masing-masing patah satu cula kemudian.

TUAN
Masuk akal.

TUKANG BAKMI
Ya, masuk akal.

PEMILIK
Ya, siapa tahu.

SLAMET
Memang, pokoknya….

TUAN
Jangan memotong!

SARMUD
Andaikata kau dapat membuktikan bahwa pada kesempatan pertama kau melihat badak bercula satu, terserah Asia atau Afrika….

TUAN
Asia atau Afrika, terserah….

SARMUD
Lalu pada kesempatan kedua, badak bercula dua….

PEMILIK
Satu dengan dua…

SARMUD
Terserah Afrika atau Asia…

TUAN
Asia atau Afrika, terserah….

SARMUD
Barulah kita bisa menentukan bahwa kita berhadapan dengan dua ekor badak berlainan, karena sangat tidak mungkin bahwa akan tumbuh cula kedua dalam jangka waktu beberapa menit, lalu sudah cukup besar sampai bisa terlihat di atas hidung badak.

TUAN
Sangat tidak mungkin.

SARMUD (Kagum Atas Kepuasannya Sendiri)
Jadi menurut dugaan kita ialah seekor badak Asia atau Afrika…

TUAN
Jenis Asia atau Afrika…

SARMUD
Dan seekor badak Afrika atau Asia….

TUKANG BAKMI
Afrika atau Asia….

PEMILIK
Eeehh…. Yaaahhh

SARMUD
Soalnya logika yang baik tidak bisa membenarkan kemungkinan bahwa seekor hewan yang itu juga dilahirkan di dua tempat pada waktu yang sama

TUAN
Berturut-turut tidak bisa.

SARMUD (Kepada Tuan)
Yang hendak kita buktikan…

SLAMET
Semua cukup jelas, tapi pertanyaannya belum terjawab.

SARMUD (Dengan Senyum Memaklumi)
Terang, saudara, tapi sekarang masalahnya dikemukakan sebagaimana mestinya.

TUAN
Sangat logis, logis sekali.

SARMUD (Manggut)
Selamat siang saudara-saudara

IA PERGI KE KIRI DISUSUL TUAN

TUAN
Selamat siang saudara-saudara.

IA MENGANGKAT TOPINYA, LALU MENYUSUL KE LUAR

PEMILIK
Logis biar logis…

NYONYA MUNCUL KEMBALI DENGAN SIKAP BERKABUNG DAN MEMBAWA KOTAK BEKA. IA DIIKUTI DEWI DAN PELAYAN SEPERTI MENUJU PEMAKAMAN. ARAKAN KHIDMAT INI MENUJU KE KANAN

PEMILIK
Logis biar logis, tapi apakah kita mesti tinggal diam apabila kucing-kucing kita digilas di hadapan mata kita oleh badak-badak

IA MENUNJUK DENGAN GERAK TANGAN TEATERAL KE ARAH ARAKAN HIKMAT YANG MENGHILANG KE KANAN

TUKANG BAKMI
Setuju! Kita tidak boleh membiarkan kucing-kucing kita digilas badak atau apapun!

PEMILIK
Kita tidak sudi membiarkannya!

ISTERI (Kepalanya Muncul Di Pintu)
Ayo masuk! Nanti langganan-langganan pada datang.

PEMILIK (Menuju Tokonya)
Tidak, kita pasti tidak membiarkan saja!

SLAMET
Mengapa aku mesti bertengkar dengan Arifin?

(Kepada Tukang Bakmi)

Aku minta arak seperti untuk nyonya itu tadi. Tidak, wiski saja!

TUKANG BAKMI & PEMILIK TOKO
Ada!

MEREKA MASUK, MASING-MASING MENGAMBIL PESANAN ITU

SLAMET (Tersendiri)
Mengapa aku mesti bertengkar dengan Arifin. Mengapa aku mesti naik darah

(Tukang Bakmi Membawa Segelas Arak, Sedang Pemilik Toko
Membawa Sebotol Wiski Yang Belum Dibuka)

Aku terlalu gugup untuk mengunjungi pameran. Aku memupuk
rahaniku lain kali saja.

DALAM SATU TEGUKAN DIMINUMNYA ARAK DAN DIGENGGAMNYA BOTOL WISKI








B A B A K I I

ADEGAN 1

KANTOR SEBUAH PERCETAKAN SWASTA. DI TENGAH-TENGAH PENTAS BELAKANG PINTU BERGANDA, DAN AGAK TINGGI DENGAN PAPAN PLASTIK DAPAT KITA BACA “DIREKTUR” DI BAGIAN KIRI BELAKANG TAK JAUH DARI PINTU TADI SEBUAH MEJA KECIL DENGAN MESIN TIK TEMPAT DEWI BEKERJA. DI ATAS MEJA ITU TERDAPAT ABSENSI PEGAWAI. DI KIRI DEPAN ADA PINTU KELUAR MELAUI SEBUAH TANGGA YANG BAGIAN ATASNYA KALAU BISA MASIH TERLIHAT SEDIKIT. KANTOR INI TERLETAK DI TINGKAT ATAS. DI BAGIAN DEPAN SEBUAH MEJA DENGAN DUA KURSI TEMPAT SURAHMAN DAN SLAMET BEKERJA. SLAMET DI KIRI, KANAN SURAHMAN. DI SEBELAH KANAN ADA MEJA BIRO DENGAN KURSI TEMPAT TIGOR. DI KANAN BELAKANG DEKAT JENDELA ADA BIRO YANG LEBIH BAGUS DENGAN KURSI LAPIS BANTAL TEMPAT DARMAWAN SH.

PADA BAGIAN KIRI ADA PAPAN UNTUK BUKU BESAR DAN KECIL, BERDEBU. SEBAGIAN HASIL PERCETAKAN SENDIRI SEBAGIAN BUKU PERPUSTAKAAN, BUKU ITU DIBAGI MENURUT GOLONGAN, YANG NAMANYA TERTULIS DI BAWAHNYA, “POLITIK, DAN SILAT/KOMIK/KOBOI”. DI ATAS PINTU DIREKTUR JAM MENUNJUKKAN JAM 9.30 PAGI.

KETIKA LAYAR DIBUKA PARA PEMAIN DIAM MEMBEKU BEBERAPA SAAT
SEBELUM KALIMAT PERTAMA DIUCAPKAN SEPERTI “TABLO” USIA DIREKTUR ANTARA 40-50 TAHUN, PAKAIANNYA RAPIHM RESMI. TYPE VETERAN YANG BERUNTUNG NASIBNYA. NAMANYA MAS ENTUNG. DARMAWAN SH BARU SAJA MENCAPAI USIA 30 TAHUN. IAPUN BERPAKAIAN RESMI, BERDASI, TYPE PEMUDA BERGELAR YANG TERJAMIN HARI DEPANNYA.

SURAHMAN, SEORANG BEKAS AKTIVIS PARTAI POLITIK, USIANYA KIRA-KIRA 40 TAHUN, SEPERTI KELAPARAN TAPI SEHAT, BERKACA MATA. DI TELINGANYA DISELIPKAN PENSIL. DEWI, SEORANG SEKRETARIS MUDA
MUNCUL KEMUDIAN NY. TIGOR, 40 TAHUN LEBIH, SELALU TERENGAH-ENGAH DAN MERINTIH KETIKA LAYAR DIBUKA, PARA PEMAIN BERDIRI SEPERTI PATUNG SEKITAR MEJA TIGOR. DIREKTUR MENUNJUK DENGAN JARINYA PADA SEBUAH ARTIKEL DALAM SURAT KABAR. DARMAWAN MENGACUNGKAN TANGANNYA KE ARAH SURAHMAN SEOLAH MENGATAKAN: “Sudah kukatakan!”. SURAHMAN DNGAN TANGANNYA DALAM SAKU CELANA SENYUM MENYINDIR SEPERTI TIDAK PERCAYA, SEAKAN MENGATAKAN: “ Kau tidak bisa menipu aku!” DEWI YANG MEMEGANG BEBERAPA LEMBAR KERTAS KETIKAN, DARI AIR MUKANNYA MENDUKUNG DARMAWAN.
SETELAH BEBERAPA DETIK SERANGAN DIMULAI OLEH SURAHMAN.

SURAHMAN
Semua agitasi belaka.

DEWI
Tapi aku sendiri menyakikan badak itu!

DARMAWAN
Terpapar di surat kabar, hitam atas putih, yang tak mungkin kau sangkal lagi!

SURAHMAN (Nada Mengejek)
Huh!

DARMAWAN
Cukup jelas untuk dimengerti

SURAHMAN
Ini hasil tipuan wartawan-wartawan gadungan. Kami tidak membutuhkan mereka untuk menyuapi apa yang harus kam percaya. Yang dipercaya mesti dilihat dengan mata kepala sendiri. Aku sendiri cukup berpengalaman dalam bidang ini. Harus tahu metodiknya yang jitu dan ilmiah.

DARMAWAN
Berita ini tidak ada sangkut pautnya dengan metodik.

DEWI (Kepada Surahman)
Berita itu cukup jelas, pak Surajman.

SURAHMAN
Kau anggap itu jelas? Sekarang aku Tanya kau, apakah yang dimaksud dengan “Hewan jenis kulit tebal”? Apakah hubungannya antara berita kecelakaan lalu lintas dengan hewan jenis kulit tebal? Tidak ada penjelasan. Dan apakah yang dimaksud oleh sang wartawan dengan “kucing”?

DARMAWAN
Kalau kau tidak tahu kucing, kau memang bodoh.

SURAHMAN
Kucing jantan atau betina? Apa keturunannya? Dan apa warnanya? Aku sangat anti rasialisme.

ENTUNG
Apa hubungannya dengan rasialisme, saudara Surahman? Kau menyimpang dari persoalan.

SURAHMAN
Maafkan saya, pak Entung. Tuanpun tidak bisa mengabaikan masalah rasialisme yang merupakan salah satu rintangan terbesar di jaman modern ini.

DARMAWAN
Kita tahu, kita semua mengerti. Tapi tidak ada hubungan apa-apa dengan…

SURAHMAN
Saudara darmawan, saudara keliru kalau menganggapnya enteng. Jalan sejarah telah membuktikan bahwa rasialisme….

DARMAWAN
Tak ada sangkut pautnya dengan berita ini.

SURAHMAN
Saudara mengelak terus.

ENTUNG
Kita tidak sedang memperbincangkan diskriminasi rasial.

SURAHMAN
Setiap kesempatan untuk mengutuknya harus digunakan.

DEWI
Tapi kami sudah menyatakan bahwa tak seorangpun di sini membenarkan rasialisme. Bapak menyesatkan pokok pembicaraan. Singkatnya, seekor kucing tergilas oleh hewan berkulit tebal, dalam hal ini badak.

SURAHMAN
Siapa tahu Cuma seekor cecunguk tergilas mati oleh tikus.

ENTUNG (Kepada Darmawan)
Coba kita mulai dengan jelas dari permulaannya. Apa kau saksikan dengan mata kepala sendiri badak berjalan hilir mudik di jalan-jalan kota kita?

DEWI
Lari, buklan jalan biasa.

DARMAWAN
Tidak, aku tidak melihat sendiri. Tapi aku menerima laporan dari orang-orang yang dapat dipercaya.

SURAHMAN (Memotong)
Jelas mereka hanya mereka-rekanya. Kau mendukung wartawan-wartawan gadungan itu. Orang macam mereka tidak perduli isapan jempol bagaimana yang masuk Koran, asal memenuhi kehendak majikan mereka. Kau dengan SH mu jangan pikir bisa mengelabuhi aku. Seperti kau sendiri sudah kena bujuk. Maaf, aku ketawa ha ha .

DEWI
Tapi aku lihat sendiri badak itu, sumpah.

SURAHMAN
Jangan ikut-ikutan, aku anggap kau gadis yang waras.!

DEWI
Pak Surahman, mataku bisa melihat tajam! Aku tidak menyaksikannya seorang diri. Banyak orang lain, bersama-sama!

SURAMAN
Huh agaknya mereka menyaksikan entah apa. Luntang lantung tak tahu tujuan, penganggur-penganggur yang segan bekerja.

DARMAWAN
Terjadi kemarin, hari minggu bung.

SURAHMAN
Aku kerja terus pada hari Minggu. Aku tak punya waktu untuk khotbah-khotbah setiap jumat atau minggu yang hanya mengurangi daya kerjamu, dan mengecilkan piring nasi yang kita
peroleh dengan keringat

ENTUNG (Tersinggung)
Oh!

SURAHMAN
Maaf, bukan maksudku menghina bapak direktur kita. Meskipun aku tidak menyukai agama, kita bisa saling menghormati.

(Kepada Dewi)

Kembali pada pembicaraan kita, dapatkah kau gambarkan seperti apa badak itu.?

DEWI
Binatang itu… ya, sangat besar dan jelek

SURAHMAN
Dan kau amat terpuji dengan ketelitianmu, nona manis. Seekor badak adalah…

ENTUNG
Tak usah berceramah tentang badak di kantor ini, kita bukan sekolah.

SURAHMAN
Sayang sekali.

PADA UCAPAN YANG TEAKHIR, SLAMET SAMPAI DI MUKA PINTU. DI BAGIAN LUAR PINTU DAPAT KITA BACA “PENCETAK DAN PENERBIT, P.T.BAMBU”

ENTUNG
Sudah jam sembilan lewat… Dewi, tutuplah dulu absensi. Yang terlambat mesti mempertanggung jawabkan.

DEWI MENGAMBIL BUKU ABSENSI YANG TERBUKA DI ATAS MEJANYA, SAAT YANG SAMA SLAMET MUNCUL RUANGAN

SLAMET (Masuk, Sementara Yang Lain Terus Berdebat)
Selamat pagi, Dewi, Terlambatkah aku.

SURAHMAN (Kepada Darmawan Dan Entung)
Aku kecam setiap kelalaian yang kulihat.

DEWI
Lekas, kalk Slamet.

SURAHMAN
Dikota maupun di desa….!

DEWI
Buru-buru! Paraf dulu abensinya!

SLAMET
Terma kasih, bapak sudah datang?

DEWI
Ssssttt ! Ya , itu dia. 61

SLAMET
Sudah datang?

CEPAT MEMBUBUHKAN PARAF KE BUKU ABSENSI

SURAHMAN
Kalau perlu juga dalam perusahaan pencetak dan penerbit, aku tak segan-segan mengecam.

ENTUNG
Pak Surahman, sekarang kau…

SLAMET
Belum lewat sepuluh menit.

ENTUNG
Sudah melewati batas-batasmu.

DARMAWAN
Setuju , pak direktur.

ENTUNG (Kepada Surahman)
Apa kau menuduh mas Darmawan, rekanku dan juga rekanmu, lulusan fakultas hokum, yang tercatat sebagai pegawai golongan tertinggi, bahwa ia seorang yang lalai?

SURAHMAN
Itu boleh diuji sendiri. Dan apendidikan yang diperoleh pada universitas belumtentu membuat seorang lebih ulung dari lulusan SMA.

ENTUNG (Kepada Dewi)
Mana daftar absensi?

DEWI
Ini pak

MENYERAHKAN

SURAHMAN (Kepada Darmawan)
Universitas hanya menumpuk kutu-kutu buku, tak ada usaha untuk mengamalkan ilmunya kepada rakyat kecil.

DARMAWAN
Kau mau tahu apa?

SLAMET
Selamat pagi, pak Entung

(Iamendekati Meja Tigor Untuk Mengambil Pekerjaan Yang Harus Diselesaikan Melewati Punggung Ketiga Orang Tadi Yang Masih Mengelompok, Lalu Kembali Ke Tempat Kerjanya Sendiri. Membuka Laci Mengambil Alat Alat Tulis. Ia Menggulung Lengan Bajunyasampai Ke Siku)

Selamat pagi, pak Entung, maafkan saya terlambat sedikit. Selamat pagu mas Darmawan, Pak Surahman!

ENTUNG
Nah barangkali saja saudara Slamet melihat badak yang menghebohkan itu?

SURAHMAN
Universitas hanya menghasilkan kaum intelek mandul yang tidak pernah menyelami kenyataan hidup.

DARMAWAN
Fitnah!

SLAMET (Melanjutkan Pekerjaannya, Dengan Nada Biasa Menjawab)
O ya, saya lihat.

SURAHMAN (Menoleh)
Huh!

DEWI
Sudah kukatakan bahwa aku belum berotak miring.

SURAHMAN (Menyindir)
Ah Slamet berkata begitu hanya demi kesopanan. Dalam hatinya ia orang sopan santun walaupun dari luar kelihatan tidak.

DARMAWAN
Mengapa seorang yang melihat badak mesti sopan?

SURAHMAN
Keuntungan besar – Apalagi untuk mengangkat sebuah pernyataan yang dikarang oleh neng Dewi, terang…!

ENTUNG
Jangan memutar balikkan fakta, pak Surahman. Saudara Slamet tidak tahu apa-apa tentang percakapan kita. Ia baru saja datang.

SLAMET (Kepada Dewi)
Kau menyaksikan bukan? Kami berdua telah menyaksikannya.

SURAHMAN
Huh! Mungkin saudara Slamaet hanya membayangkan dirinya melihat badak

( Ia Memberi Isyarat Di Balik Punggung Slamet Untuk Mengingatkan Bahwa Slamet Suka Minum)

Daya kayalnya terkenal. Segala apapun bisa terjadi dalam kayalnya.

SLAMET
Aku tidak seorang diri ketika menyaksikan badak itu! Belum lagi dapat dipastikan kemungkinan bahwa ada dua ekor badak.

SURAHMAN
Ia sampai tidak tahu berapa jumlahnya!

SLAMET
Aku bersama temanku Arifin. Dan banyak lagi yang hadir pada waktu itu.

SURAHMAN
Aku yakin sekali bahwa kau tidak tahu apa yang sedang
dipersoalkan.

DEWI
Badak eka cula!

SURAHMAN
Huh, Mereka berdua satu komplotan untuk mempermainkan kita.

DARMAWAN (Kepada Dewi)
Aku mendengar kabar bahwa culanya bahkan dua!

SURAHMAN
Bagus! Cepat-cepatlah sesuaikan antara kalian sebelum
kecuranganmu digulung.

ENTUNG
Cukup sampai disini, tuan-tuan… Pekerjaan menunggu.

SURAHMAN
Saudara Slamet melihat satu ekor badak atau dua ekor badak?

SLAMET
Itu tidak bisa langsung kujawab!

SURAHMAN
Tak tahu? Neng Dewi telah menyaksikan seekor badak eka cula.
Badakmu bagaimana, saudara Slamet? Kalau memang ada,
culanya satu atau dua?

SLAMET
Justru itulah masalah yang sedang kita hadapi.

SURAHMAN
Dan yang amat mencurigakan.

DEWI
Ya, Tuhan….

SURAHMAN
Barangkali terlalu kasar? Pokoknya aku tidak percaya sepatah katapun tentang itu. Agar kalian tahu bahwa badak hanya ada di Ujung Kulon.

DEWI
Mungkin jumlah mereka telah berkembang biak secara berlipat-
lipat.

SURAHMAN
Mustahil! Periksa baik-baik buku ilmu hewanmu. Sukur kalau ada gambarnya pula. Badak-badak berbunga dari kabar bohong!

SLAMET
Menggunakan istilah berbunga untuk badak, terlalu dicari-cari!

DARMAWAN
Memang dicari-cari.

SURAHMAN
Badakmu suatu dongeng.

DEWI
Dongeng?

ENTUNG
Tuan-tuan, aku rasa waktunya udah lebih dari tepat untuk mulai bekerja.

SURAHMAN (Kepada Dewi)
Dongeng – seperti piring terbang.

DARMAWAN
Meskipun begitu, seekor kucing tergilas mati. Itu tak bisa kau sangkal.

SLAMET
Aku saksinya.

DARMAWAN (Kepada Surahman)
Di hadapan saksi-saksi.

SURAHMAN
Saksi macam apa?

ENTUNG
Tuan-tuan…

SURAHMAN (Kepada Darmawan)
Contoh yang nyata bahwa masyarakat sedang dinina bobokkan oleh golongan tertentu
untuk menutup kepincangan. Sama dengan agama – candu masyarakat!

DEWI
Aku percaya bahwa piring terbang betul-betul ada.

SURAHMAN
Huh!

ENTUNG (Tegas)
Cukup! Sudah telalu banyak kabar angin! Badak atau
bukan, piring terbang atau bukan, pekerjaan jalan terus! Kalian
dibayar bukan untuk membuang waktu membicarakan binatang-
binatang, kayal atau betulan!

SURAHMAN
Kayal !

DARMAWAN
Betulan !

DEWI
Bisa disentuh dengan tangan!

ENTUNG
Untuk terakhir kali aku peringatkan, kita sedang dalam kerja.
Dengan resmi aku hentikan perbantahan percuma ini.

SURAHMAN
Baiklah, pak Entung. Tuanlah kepala di sini. Kehendak tuan menjadi kewajiban kami.

ENTUNG
Dipersilahkan kerja, tuan-tuan. Aku tidak senang kalau gaji kalian harus dipotong. Slamet dan surahman, sudah diperiksa cetakan percobaan dari risalah Undang-Undang Pelarangan
Import minuman keras itu?

SLAMET
Belum selesai, pak. Kami sedang mengerjakannya.

ENTUNG
Segera selesaikan, bagian percetakan sudah menunggu. Dan Dewi, bawalah urat-surat yang harus ditanda tangani itu ke kamarku. Cepat ditik dan selesaikan.

DEWI
Baik , pak.

DEWI DUDUK DI MEJANYA DAN MULAI MENGETIK. SLAMET DAN SURAHMAN DUDUK DI TEMPAT MASING-MASING. SURAHMAN AGAKNYA SANGAT
MENDONGKOL. SLAMET TAK ACUH DAN LESU. DIBEBERKANNYA CETAKAN PERCOBAAN DI MEJA LALU NASKAH ALINYA DISERAHKAN KEPADA
SURAHMAN. SURAHMAN DUDUK MENGGERUTU SETELAH ENTUNG MASUK KAMARNYA, MEMBANTING PINTU KERAS-KERAS

ENTUNG
Aku akan panggil kalian sebentar lagi

PERGI

SLAMET (Membaca Dan Memperbaiki, Surahman Mengikuti Dalam Naskah Aslinya Dengan Pensil)
Peraturan-peraturan yang berlaku untuk pelarangan import minuman keras…

(Mengoreksi)

Pelarangan, satu “g” minuman keras tanpa huruf besar… penggolongan yang terkena adalah sebagai berikut…

SURAHMAN
Nanti dulu! Kau terlewat satu pasal.

SLAMET
Kuulangi dari permulaan. Undang-undang Pelarangan Import Minuman keras.

DARMAWAN
Jangan terlalu kera! Aku tidak bisa konsentrasi kalau kalian berlomba pekik.

SURAHMAN (Menyambung Perbantahan Tadi, Sementara
Slamet Terus Bekerja Mengeja Tanpa Bersuara)
Aku tahu ini penjegalan.

DARMAWAN
Apa penjegalan?

SURAHMAN
Urusan budakmu itu tentu, kau telah melancarkan propagandamu untuk mengacaukan suaana.

DARMAWAN
Apa propaganda?

DEWI (Berhenti Mengetik)
Apa harus kuulangi lagi Bahwa aku sendiri telah menyaksikan? Aku lihat
dengan mata kepala sendiri, dan banyak orang lain jugamelihatnya.

DARMAWAN
Menggelikan ! Propaganda! Propaganda untuk apa?

SURAHMAN
Bukankah kau lebih tahu tentang itu? Kau jangan pura-pura alin!

DARMAWAN (Mulai Marah)
Pokoknya, saudara Surahman, aku tidak di tunggangi oleh golongan apapun!

SURAHMAN
Penghinaan, aku tidak terima

(BERDIRI)

SLAMET (Memohon)
Sudahlah pak Surahman…

DEWI
Sudahlah kak Darmawan…

SURAHMAN
Tapi ia menghina aku

TIBA-TIBA PINTU ENTUNG TERBUKA, SURAHMAN DAN DARMAWAN CEPAT-
CEPAT DUDUK KEMBALI. SANG DIREKTUR MEMEGANG DAFTAR ABSENSI DI TANGANNYA. SUNYI SENYAP SETELAH IA MUNCUL

ENTUNG
Apa saudara Tigor tidak masuk?

SLAMET (Melihat Sekitar)
Tidak kelihatan, pak. Agaknya ia absent.

ENTUNG
Aku perlu dia saat ini

(Kepada Dewi)

Apa ia mengabarkan bahwa ia sakit atau berhalangan?

DEWI
Ia tidak memesan apa-apa kepada saya.

ENTUNG (Membuka Pintunya Lebar-Lebar, Masuk Ke Dalam Ruangan)
Kalau terlalu sering begini, terpaksa dia kupecat. Bukan pertama kali ia mencari alasan, dan sampai sekarang aku diamkan saja. Tapi tidak bisa terus. Siapa yang
tahu di mana ia menyimpan kunci lacinya?

PADA SAAT ITU MUNCUL NYONYA TIGOR. SEBELUMNYA IA SUDAH KELIHATAN DI TANGGA. IA MASUK TERGESA-GESA, TEGANG DAN TERENGAH-ENGAH

SLAMET
Ooooo ini Ny. Tigor

DEWI
Selamat pagi.

NY. TIGOR
Selamat pagi, tuan Entung. Selamat pagi semua.

ENTUNG
Ha, mana suami nyonya? Ada apa dengan dia? Sulitkah baginya
untuk datang seperti biasa?

NY. TIGOR (Terengah-Engah)
Maafkan dia, suamiku, maksud saya… Ia pergi mengunjungi keluarganya di luar kota sejak sabtu siang. Lalu ia kena influenza.

ENTUNG
Jadi ia kena influenza?

NY. TIGOR (Menyerahkan Secarik Kertas Kepada Entung)
Begitu menurut telegram yang dikirimnya. Ia berharap akan bisa kembali hari rabo nanti

(Hampir Terkulai)

Bolehkah saya minta egelas air… mau duduk sebentar…

SLAMET MENYORONGKAN KURSI KE TENGAH DAN NY. TIGOR MENJATUHKAN DIRI DI ATASNYA

ENTUNG (Kepada Dewi)
Tolong ambilkan air the segelas.

DEWI
Segera.

IA PERGI MENGAMBIL AIR DAN MENYERAHKANNYA SEMENTARA PERCAKAPAN TERUS BERLANGSUNG

DARMAWAN (Kepada Entung)
Mungkin ia berpenyakit jantung.

ENTUNG
Bahwa Tigor tidak datang memang menyulitkan kami, namun nyonya sendiri tak perlu gelisah.

NY. TIGOR (Berbicara Dengan Agak Sulit)
Bukan karena… karena… saya… dikejar sepanjangjalan darirumah sampai ke sini
oleh seekor badak.

SLAMET
Berapa culanya?

SURAHMAN (Tertawa Disengaja)
Jangan bikin aku tertawa.

DARMAWAN (Marah)
Biarkan dulu dia bicara!

NY. TIGOR (Berusaha Bercerita Dengan Sebaik-Baiknya, Menunjuk Tangga Di Luar)
Binatang itu masih ada di bawah, dekat pintu masuk. Seperti ingin ikut naik tangga.

SAAT ITU TERDENGAR GEMURUH. BAGIAN ATAS TANGGA NAMPAK RUNTUH SEPERTI DITIMPA BENDA BERAT. DARI BAAH TERDENGAR TEROMPET BADAK SEPERTI PENASARAN, SETELAH DEBU AGAK MEREDA KARENA TANGGA YANG HANCUR, YANG TERLIHAT HANYA SEPOTONG KAYU PEGANGAN, TANGGA TERKATUNG DI UDARA

DEWI
Masya Allah…

NY. TIGOR (Dudk, Memegang Dadanya)
ooo, aaa

SLAMET DISAMPING NY. TIGOR MENEPUK-NEPUK PIPINYA DAN
MEMBERINYAMINUM

SLAMET
Tenang saja…!

SEMENTARA ITU ENTUNG, DARMAWAN DAN SURAHMAN LARI KE KIRI, SALINGDORONG UNTUK MEMBUKA PINTU. MEREKA DI DEPAN TANGGA
YANG HILANG TERTUTUP DEBU DARI KEPALA SAMPAI KAKI. BUNYI TEROMPET TERDENGAR TERUS

DEWI (Kepada Ny. Tigor)
Merasa lebih baik, nyonya?

ENTUNG (Di Depan Pintu Yang Terbuka)
Itu! Di bawah ! Ada seekor!

SURAHMAN
Aku tidak bisa melihat apa-apa. Suatu kiasan belaka.

DARMAWAN
Kenyataan, di bawah sana. Seekor, sedang berputar-putar!

ENTUNG
Ia tidak bisa naik ke atas. Tangga sudah tak ada lagi!

SURAHMAN
aneh… Apa ada makud tertentu?

DARMAWAN (Menoleh Pada Slamet)
Mari lihat sini. Lihatlah dulu badakmu.

SLAMET
Sebentar

SLAMET LARI KE DEPAN PINTU DISUSUL OLEH DEWI. NY. TIGOR DITINGGAL SENDIRI

ENTUNG (Kepada Slamet)
Kau ahli badak. Perhatikan baik-baik.

SLAMET
Aku bukan ahli badak.

DEWI
Lihat, ia berputar-putar terus. Nampaknya seprti yang kesakitan.
Apa maunya?

DARMAWAN
Seperti mencari seseorang

(Kepada Surahman)

Kau bisa lihat sekarang?

SURAHMAN (Terpukau)
Ya, ya, aku lihat.

DEWI (Kepada Entung)
Tahu-tahu mata kita menipu kita. Bapakpun Cuma berkhayal…

SURAHMAN
Mata tak pernah menipu. Dapat di pastikan bahwa memang ada sesuatu di bawah sana.

DARMAWAN
Masa sesuatu

SURAHMAN (Kepada Lamet)
Jelas itu seekor badak. Itu yang telah lebih dahulu kau saksikan, bukan?

(Kepada Dewi)

Dan kau juga?

DEWI
Pasti.

SLAMET
Yang ini bercula dua, jenis Afrika… atau Asia agaknya. Ah, aku sungguh kurang tahu apakah badak Afrika bercula satu atau dua.

ENTUNG
Ia telah meruntuhkan tangga, Syukurlah – Pikir saja, sudah berkali-kali aku mengusulkan kepada Dewan Pengurus supaya tangga kayu yang terlalu tua itu diganti dengan yang baru dari semen.

DARMAWAN
Laporannya malah baru satu minggu yang lalu saya kirimkan,
pak Entung.

ENTUNG
Aku sudah duga akan terjadi sesuatu. Telah kuramalkan, dan akhirnya aku benar.

DEWI (Ironis)
Seperti biasa.

SLAMET (Kepada Darmawan Dan Entung)
Saya ingin Tanya, apakah dua cula khas untu badak Asia atau Afrika? Dan satu cula
khas Afrika atau Asia?

DEWI
Kasihan ia terus berbunyi dan berputar-putar. Mau apa dia? Idih, ia melihat pada kita

(Ke Bawah)

Pusi, pusi, pusi….

DARMAWAN
Sebaiknya jangan kau usap, sebab ia belum tentu jinak.

ENTUNG
Ia terlalu jauh untuk dipegang.

TERDENGAR TEROMPET SERU

DEWI
Kasihan!

SLAMET (Mendesak Kepada Suherman)
Kau tahu banyak tentang keadaan, bukankah jenis yang bercula dua…

ENTUNG
Kau mengoceh tentang apa Slamet? Kau rupanya masih dipengaruhi minuman keras. Benar Surahman tadi.

SURAHMAN
Betapa mungkin dalam Negara yang beradab…?

DEWI
Bertele-tele! Pastikan saja, kenyataan atau khayal?

SUHERMAN
Itu permainan yang kotor!

(Dengan Gaya Ala Politikus Berpidato Memandang Dengan Sengit Dan Menunjuk Pada Darmawan)

Salahmu semua ini!

DARMAWAN
Mengapa salahku? Mengapa tidak salhmu?

SURAHMAN (Marah)
Salahku? Selalu aku yang dipersalahkan, kalau saja aku diberi kesempatan…

ENTUNG
Kita terdampar tanpa tangga!

DEWI (Kepada Surahman Dan Darmawan)
Jangan terburu nafsu, saat ini bukan waktu untuk bertengkar.

ENTUNG
Semua salah Dewan Pengurus.

DEWI
Salah tinggal salah. Bagaimana kita akan turun?

ENTUNG (Genit)
Aku dekap kau dalam pelukanku, lalu kita terjun
melayang bersama-sama.

DEWI
Lancang, tangan badak pegang pipi orang. Dasar tua-tua keladi!

ENTUNG
Aku cuma bergurau!

SMENTARA ITU SUARA BADAK TERUS TERDENGAR. NY. TIGOR BANGUN DAN BERGABUNG DENGAN YANG LAIN. BEBERAPA SAAT LAMANYA IA TERTEGUN
MEMANDANGI BADAK YANG BERPUTAR-PUTAR DI BAWAH, LALU TIBA-TIBA BERTERIAK NGERI

NY. TIGOR
Ya, Tuhan… tak boleh jadi!

SLAMET
Ada apa?

NY. TIGOR
Itu suami saya! Oooo Tigor. Tigorku sayang… Apa yang terjadi
pada dirimu?

DEWI
Nyonya yakin betul?

NY. TIGOR
Aku mengenalinya, aku mengenalinya!

(BADAK MENJAWAB DENGAN TEROMPETNYA YANG DAHSYAT. TAPI PENUH KASIH SAYANG)

ENTUNG
Astaga, ini melampaui batas. Aku pecat dia untuk selama-lamanya!

DARMAWAN
Apakah dia sudah di asuransikan?

SURAHMAN (Kesamping)
Aku mengerti sekarang…

DEWI
Dalam kasus ini mana mungkin diperoleh uang asuransi jiwa!

NY. TIGOR
Tuhan… Oooo

PINGSAN DALAM PELUKAN SLAMET

SLAMET
Waduh…!

DEWI
Bawa dia ke sini

SLAMET DI BANTU DARMAWAN DAN DEWI MENDUDUKKAN NY. TIGOR DI KURSI

DARMAWAN
Jangan panic Ny. Tigor…

NY. TIGOR
Aaaa… oooo!

DEWI
Mungkkin semua ini masih dapat dibereskan.

SURAHMAN
Gila-gilaan!

(Mereka Mengerumuni Ny. Tigor, Menepuk-Nepuk Pipinya. Ny. Tigor Membuka Mata, Memekik Aaa! Lalu Pingsan Lagi, Sementara Surahman Terus Mengoceh)

Satu hal jangan kalian ragukan lagi, Aku akan melaporkan hal ini. Aku takkan membiarkan seorang kawan dalam kesusahan. Aku akan melaporkan untuk diketahui secara meluas.

NY. TIGOR (Siuman)
Suamiku sayang… Aku tak bisa meninggalkan dia begitu saja. Suamiku sayang…

(Bunyi Terompet)

Ia memanggil aku…

(Penuh Kasih Sayang)

Ia memanggil aku…

DEWI
Sudah lebih baik rasanya, Ny. Tigor?

DARMAWAN
Sedikit demi sedikit!

SURAHMAN
Jangan kuatir, rasa setia kawan teguh berdiri di belakang ibu.

ENTUNG
Pekerjaan akan mengalami hambatan lagi. Siapa yng kira-kira bisa menggantikan dia, Dewi?

DEWI
Saya ingin tahu dulu bagaimana kita dapat keluar dari sini.

ENTUNG
Juga persoalan. Melalui jendela!

MEREKA SEMUA MENDEKATI JENELA KECUALI NYONYA TIGOR YANG
DUDUK LOYO DI ATAS KURSINYA, DAN SURAHMAN YANG TINGGAL DI TENGAH PANGGUNG

DEWI
Terlalu tinggi!

SLAMET
Bagaimana kalau memanggil regu pemadam kebakaran agar mereka membawa tanggganya yang panjang?

ENTUNG
Dewi, segera kau tilpun regu pemadam kebakaran!

(Dewi Masuk Kamar Entung Dan Terdengar Suara)

“ Hallo, hallo, Pemadam Kebakaran di situ?”

LALU PERCAKAPAN TILPUN YANG KURANG JELAS)

NY. TIGOR (Tiba-Tiba Berdiri)
Aku ak boleh meninggalkannya, tak
boleh meninggalkannya sekarang!

ENTUNG
Sekiranya nyonya ingin bercerai, setiap orang akan membenarkan nyonya.

DARMAWAN
Karena nyonyalah pihak yang dirugkan…

NY. TIGOR
Tidak, bukan saat untuk berbuat demikian. Aku tidk akan meninggalkan suamiku dalam keadaan seperti sekarang.

SURAHMAN
Nyonya wanita yang perkasa.

DARMAWAN
Lalu apa rencana nyonya?

NY. TIGOR KELUAR PINTU YANG TAK BERTANGA LAGI

SLAMET
Awas!

NY. TIGOR
Aku tidak tega, aku tak sampai hati meninggalkan dia sekarang!

DARMAWAN
Tahan dia!

NY. TIGOR (Bersiap Meloncat)
Aku datang sayang. Aku datang…!

SLAMET
Ia mau meloncat!

SURAHMAN
Ia memenuhi kewajibannya.

DARMAWAN
Jangan biarkan dia berbuat begitu

SEMUA KECUALI DEWI YANG MASIH MENELPON, MENDEKATI NY. TIGOR. DIA
MELONCAT DAN SLAMET YANG MENCOBA MENAHANNYAHANYA SEMPAT MEMEGANG ROKNYA YANG TERTINGGAL DI TANGAN SLAMET

SLAMET
Aku tidak berhasil menhannya

TERDENGAR TEROMPET BADAK DENGAN PENUH KASIH SAYANG

NY.TIGOR (Di Bawah)
Inilah aku Tigor, aku sudah di sini…

DARMAWAN
Ia mendarat di punggung suaminya seperti menunggangi pelana.

SURAHMAN
Ia pandai mengendarai

NY. TIGOR
Mari kita pulang, sayang, mari pulang.

DARMAWAN
Mereka pergi berderap.

MEREKA SEMUA MELINTASI PANGGUNG KE DEPAN JENDELA UNTUK MELIHAT

SLAMET
Mereka pergi cepat.

DARMAWAN (Kepada Entung)
Bapak pandai naik kuda?

ENTUNG
Pernah – dulu, sudah lama sekali, di perkebunan

(Menoleh Ke Pintu Tengah, Kepada Darmawan)

Ia belum selesai menilpun?

SLAMET
Mereka sudah sangat jauh. Sudah tidak kelihatan.

DEWI (Muncul Kembali)
Agak susah mendapatkan pemadam kebakaran.

ENTUNG
Apa ada parade kebakaran di kota ini?

SLAMET
Aku sependapat dengan pak Surahman tentang sikap nyonya Tigor yang sangat mengharukan. Seorang wanita yang simpatik.

ENTUNG
Kita kekurangan satu tenaga. Mesti ada gantinya.

SLAMET
Apa menurut bapak ia sama sekali tidak bisa kita manfaatkan lagi?

DEWI
Tidak, bukan karena kebakaran. Regu Pemadam Kebakaran telah menerima panggilan karena badak-badak lain.

SLAMET
Badak-badak lain.

DEWI
Ya, badak-badak lain. Rupanya mereka bermunculan di seluruh kota. Pagi ini katanya sudah ada tujuh, meningkat sampai tujuh belas.

SURAHMAN
Sudah aku duga.

DEWI
Malah laporan yang masuk sudah berjumlah 32. itu belum resmi, tapi mereka menunggu pengumuman resmi.

SURAHMAN
Orang selalu melebih-lebihkan.

ENTUNG
Apakah mereka akan menolong kita keluar dari ini?

SLAMET
Aku lapar…!

DEWI
Ya, mereka akan datang. Sedang di jalan.

ENTUNG
Bagaimana tentang pekerjaan kita?

DARMAWAN
Agaknya di luar kesalahan kita.

ENTUNG
Waktu yang terbuang harus dikejar.

DARMAWAN
Nah, saudara Surahman masih menyangkal bukti-bukti tentang perbadakan?

SURAHMAN
Organisasi akan menentang pemecatan sdr. Tigor yang tanpa alasan.

ENTUNG
Keputusan tidak dari aku. Tunggu saja hasil pemeriksaan Dewan Pengurus.

SURAHMAN
Tidak, sdr. Darmawan, aku tidak menyangkal bukti-bukti perbadakan. Tak pernah aku sangkal.

DARMAWAN
Kau berdusta.

DEWI
Terang-terangan berdusta.

SURAHMAN
Aku ulangi bahwa aku tak pernah menyangkalnya. Aku mesti mengetahui dulu diarahkan kemana semua ini sebenarnya. Aku tahu betul militansi jiwaku. Aku tidak mudah puas menerima begitu saja bahwa suatu gejala itu ada. Aku selalu menuntut dari diriku syarat bahwa aku mengerti dan harus mengerti dan harus menjelaskan. Kina aku sungguh sudah bisa menjelaskan, sekiranya….

DARMAWAN
Jelaskan kepada kami.

DEWI
Ya jelaskan , pak Surahman.

ENTUNG
Jelaskan kalau rekan-rekanmu memintanya.

SURAHMAN
Akan kujelaskan….

DARMAWAN
Ayo, kita menunggu.

DEWI
Aku sudah tak sabar.

SURAHMAN
Akan kujelaskan… pada waktunya yang tepat.

DARMAWAN
Mengapa tidak sekarang?

SURAHMAN (Seperti Mengancam, Kepada Entung)
Penjelasan akan kuberikan nanti, di bawah empat mata.

(Kepada Semua)

Aku tahu sebab musababnya, segala seluk beluknya,
mengenai peristiwa ini….

DEWI
Sebab musabab apa?

SLAMET
Seluk beluk mana?

DARMAWAN
Kau boleh minta apa saja, jika bisa menjelaskan sebab musabab dan seluk beluk itu.

SURAHMAN (Melanjutkan, Seolah-Olah Mengutuk Mereka)
Dan akupun tahu nama-nama mereka yang bertanggung jawab atas ini. Jangan kira kau bisa menipu aku. Akan kutelanjangi tujuan dan maksud semua ini.

SLAMET
Mungkinkah ada…

DARMAWAN
Kau mengelakkan pertanyaan kami, sdr. Surahman.

ENTUNG
Jangan berputar-putar!

SURAHMAN
Mengelak? Siapa, aku?

DEWI
Tadi kau menuduh kami mengigau.

SURAHMAN
Tadi, ya. Tapi igauan tadi ekarang sudah jadi provokasi.

DARMAWAN
Apa yang merubahnya?

SURAHMAN
Itu sudah rahasia umum, tuan-tuan, orang tahu! Hanya kau yang munafik dan pura-pura tak tahu!

BUNYI SIRINE PEMADAM KEBAKARAN MENDEKAT, TERDENGAR DIREM TIBA-TIBA DI BAWAH JENDELA

DEWI
Regu Pemadam Kebakaran!

TERDENGAR RIBUT, KESIBUKAN, ALAT-ALAT DI PERSIAPKAN

PEM. KEBAK
Pasang tangganya!

SURAHMAN
Kunci semua kejadian ini di tanganku. Aku tak pernah gagal menafsirkan.

ENTUNG
Aku minta kalian semua kembali ke sini setelah jam 2 siang

TANGGA TERPASANG DI BAGIAN LUAR JENDELA

SURAHMAN
Kantor terpaksa libur, pak entung.

ENTUNG
Entah apa kata Dewan Pengurus nanti.

DARMAWAN
Situasinya sangat luar biasa.

SURAHMAN
Kita tidak bisa dipaksa pergi bekerja melalui jendela. Kita akan tunggu sampai tangga selesai dibangun kembali.

DARMAWAN
Apabila salah seorang dari kita patah kakinya, itu menjadi tanggung jawab Dewan Pengurus.

ENTUNG
Benar.

NAMPAK TOPI PEMADAM KEBAKARAN MENYEMBUL, DISUSUL PEMAKAINYA

SLAMET (Kepada Dewi, Menunjuk Ke Jendela)
Kami belakangan setelah dewi.

PEM. KEBAK
Ayo…

PEMADAM KEBAKARAN MEMEGANG TANGAN DEWI, DEWI MELANGKAH KE JENDELA, MEREKA MENGHILANG BERSAMA-SAMA

DARMAWAN
Salam Dewi, sampai nanti… salam..!

ENTUNG (Di Jendela)
Tipon aku besok pagi, Dewi. Mungkin kau harus mengetik surat-surat di rumahku.

(Kepada Slamet)

Slamet, aku tekankan supaya kau perhatikan betul bahwa kita bukan sedang berlibur, dan pekerjaan kita mulai lagi dalam waktu sesingkat-singkatnya.

(Kepada Yang Lain)

Saudara-saudara dengar apa yang ku katakana?

DARMAWAN
Saya mengerti pak Entung

SURAHMAN
Kita bisa dieksploatir sampai tinggal tulang.

PEM. KEBAK (Muncul Di Jendela)
Siapa menyusul?

ENTUNG (Kepada Yang Bertiga)
Ayolah…

DARMAWAN
Pak entung dulu…

SLAMET
Bapak dulu.

SURAHMAN
Tentu, direktur dulu.

ENTUNG (Kepada Slamet)
Tolong ambilkan dulu surat-surat Dewi, di meja sana.

SLAMET MENGAMBIL DAN MENYERAHKANNYA KEPADA ENTUNG

PEM. KEBAK
Ayo cepat, waktu kami terbatas. Masih banyak panggilan yang
mesti dipenuhi.

SURAHMAN
Benar tidak kataku?

ENTUNG MELANGKAH JENDELA SAMBIL MENGEPIT SURAT SURAT

ENTUNG (Kepada Pemadam Kebakaran)
Hati-hati dokumen ini

(Kepada Yang Lain)

Selamat siang saudara-saudara.

DARMAWAN
Selamat siang pak, Entung.

SLAMET
Selamat siang pak, Entung.

ENTUNG (Suara Dari Bawah)
Hati-hati dengan kertasku. Darmawan, kunci semua lemari an pintu!

DARMAWAN (Berseru)
Jangan kuatir, pak Entung!

(Kepada Surahman)

Silahkan duluan, sdr. Surahman.

SURAHMAN
Aku sekarang turun ke bawah. Dan aku akan segera mengajukan persoalan ini kepada instansi yang berwajib. Akan kubongkar sampai keakarnya tentang keanehan yang tidak aneh ini

IA KE JENDELA

DARMAWAN
Aku kira kau sudah tahu semua penjelaannya.

SURAHMAN (Melangkah Jendela)
Sindiranmu tidak mempan! Akan kuperoleh bukti-bukti beserta dokumen-dokumennya.

DARMAWAN
Gertak sambal! Kau yang menghina aku!

SURAHMAN (Sambil Menghilang)
Aku bukan menghina. Aku Cuma membuktikan.

SUARA PEM. KEBAK
Cepat, yang di atas itu!

DARMAWAN
Ada rencana apa? Bagaimana kalau ita bikin acara bersama? 84

SLAMET
Maaf aku tak bisa. Sore ini kebetulan bebas. Akan kugunakan untuk temanku Arifin. Aku sungguh mau berdamai lagi dengan dia. Amarah membuat kami lupa diri. Sebertulnya akulah yang bersalah.

KEPALA PEMADAM KEBAKARAN MUNCUL LAGI KEMBALI DI JENDELA

PEM. KEBAK
Mau ikut atau tidak?

SLAMET (Menunjuk Ke Jendela)
Kau dulu.

DARMAWAN
Kau sajalah.

SLAMET
Aku minta kau dulu.

DARMAWAN
Tidak, aku mohon kau dulu.

PEM.KEBAK
Cepat!

DARMAWAN
Ayolah, kau dulu!

SLAMET
Jangan, kau saja dulu.

MEREKA KELUAR BERSAMA SAMA DARI JENDELA. PEMADAM KEBAKARAN MEMBANTU MEREKA TURUN, SEMENTARA LAYAR TURUN



A D E G A N 2

KAMAR ARIFIN, PENTAS TERBAGI DUA, BAGIAN KANAN TIGA PEREMPAT ATAU EMPAT PERLIMA BAGIAN MERUPAKAN KAMAR ARIFIN. DI LATAR 85
BELAKANG TAMPAK TEMPAT TIDUR ARIFIN, DI MANA TAMPAK IA SEDANG TIDUR, TERDAPAT SEBUAH KURSI TEMPAT NANTI SLAMET DUDUK. DI SEBELAH KANAN TERDAPAT PINTU YANG TERBUKA MENUJU KAMAR MANDI. KALAU ARIFIN SEDANG DI KAMAR MANDI PENONTON DAPAT MENDENGAR BUNYI AIR. DI SEBELAH KIRI TERDAPAT PINTU YANG TERBUKA KE TANGGA YANG TERLIHAT UJUNGNYA YAITU PEGANGAN TANGGA DAN ANJUNGAN AKHIR. DI LATAR BELAKANG SAMA TINGGI DENGAN ANJUNGAN ITU TAMPAK APARTEMEN SEORANG TETANGGA DAN LEBIH RENDAH DARI ITU TAMPAK SEBUAH PINTU YANG BERTIRAI DENGAN TULISAN DI ATANYA “KEAMANAN”. KETIKA LAYAR DI BUKA, ARIFIN BERSADA DI TEMPAT TIDURNYA DI BAWAH SELIMUT DENGAN PUNGGUNG MEMBELAKANGI PENONTON. TERDENGAR DENGKURAN. TAK LAMA KEMUDIAN TAMPAK SLAMET MELANGKAH DI IUJUNG TANGGA. IA MENGETUK PINTU. ARIFIN TAK MENJAWAB, IA MENGETUK LAGI.

SLAMET
Fin, Arifin!
MENGETUK. PINTU DI SEBELAH BELAKANG TERBUKA, MUNCUL SEORANG KAKEK

KAKEK
Siapa itu?

SLAMET
Saya ingin bertemu Arifin.

KAKEK
Oh, kukira kau mencari aku. Namaku juga Arifin.

NENEK
Tamu untuk kita?

KAKEK
Bukan, untuk tetangga sebelah.

SLAMET (Mengetuk)
Arifin!

KAKEK
Aku tak melihat dia keluar. Kemarin memang kulihat dia. 86

SLAMET
Saya tahu sebabnya. Memang salah saya.

KAKEK
Mungkin ia tak mau membuka pintu. Cobalah ketuk lagi.

SLAMET (Mengetuk)
Arifin!

KAKEK
Sebentar ah. Aduh-aduh…

MENUTUP PINTU DAN MENGHILANG

ARIFIN (Masih Terus Tidur, Dngan Parau Menjawab)
Siapa?

SLAMET
Aku datang untuk menjengukmu, Fin.

ARIFIN
Siapa?

SLAMET
Aku, Slamet. Apa aku mengganggumu?

ARIFIN
Ah, kau rupanya, masuk.

SLAMET (Berusaha Membuka Pintu)
Dikunci!

ARIFIN
Sebentar.

(Arifin Bangkit Dan Duduk Dengan Kesal.Ia Mengenakan Piyama. Rambutnya Kusut)

Sebentar

(Ia Memutar Kunci)

Sebentar (IA BERJALAN KEMBALI KE TEMPAT TIDURNYA DAN BERSELIMUT LAGI SEPERTI SEBELUMNYA)

Masuk.

SLAMET (Masuk)
Selamat pagi, Arifin!

ARIFIN (Di Tempat Tidurnya)
Jam berapa ini? Kau tidak pergi kerja?

SLAMET
Kau sendiri masih tidur, kau tidak pergi kerja? Maaf, barangkali aku mengganggumu.

ARIFIN (Tetap Membelakangi)
Duduklah.

SLAMET
Kau sakit?

(Arifin Menjawab Dengn Gerutuan)

Arifin, aku sungguh bodoh bertengkar dengan kau tentang ceritera itu.

ARIFIN
Ceritera apa?

SLAMET
Kemarin.

ARIFIN
Kemarin apa, kemarin mana?

SLAMET
Kau sudah lupa? Tentang badak-badak itu. Tentang badak yang malang itu.

ARIFIN
Badak mana?

SLAMET
Badak- badak itu. Dua ekor yang pernah kita lihat itu.

ARIFIN
Oh, ya, aku ingat. Bagaimana kau bisa beranggapan bahwa badak-badak itu malang?

SLAMET
Kukira begitu.

ARIFIN
Baiknya kita hentikan saja pembicaraan tentang badak itu.

SLAMET
Kau memang sangat baik.

ARIFIN
Lalu?

SLAMET
Aku ingin mengatakan padamu bahwa aku menyesal telah berbantahan, aku memang keras kepala,… marah… pendeknya aku bodoh ketika itu.

ARIFIN
Itu tak mengherankan aku.

SLAMET
Maafkan saya.

ARIFIN
Aku tak enak badan

(BATUK)

SLAMET
Mungkin itu sebabnya kau masih di tempat tidur.

(Mengubah Nada Bicara)

Arifin, kita memang punya alasan masing-masing. Sekarang telah terbukti. Di kota telah muncul badak-badak, baik yang bercula satu maupun yang bercula dua.

ARIFIN
Jadi itu yang mau kau katakana. Itulah sialnya.

SLAMET
Ya, itulah sialnya. Barangkali kau masuk angin. Apa kau merasa demam?

ARIFIN
Aku tak tahu. Memang sedikit demam. Aku merasa sakit kepala.

SLAMET
Kalau begitu sebaiknya aku pergi saja.

ARIFIN
Tinggallah. Kau tidak mengganggu aku.

SLAMET
Kau juga serak.

ARIFIN
Serak?

SLAMET
Sedikit serak. Itu sebabnya aku tadi tak mengenali suaramu.

ARIFIN
MEngapa aku harus serak? Suaraku tak berubah, justru suaramu yang berubah.

SLAMET
Suaraku?

ARIFIN
Mengapa tidak?

SLAMET
Mungkin saja. Aku tak menyadarinya.

ARIFIN
Tentang apa kau bisa sadar?

(Ia Meletakkan Tangan Di Pelipisnya)

Pelipisku sakit, pasti terbentur sesuatu.

SLAMET
Kalau terbentur sesuatu pasti ada benjolannya

(Memperhatikan Arifin)

Hai, ada benjolan. Nyata ada satu benjolan!

ARIFIN
Benjolan?

SLAMET
Sangat kecil.

ARIFIN
Dimana?

SLAMET (Menunjuk)
Tepat di atas hidungmu.

ARIFIN
Tentu tidak. Dalam keluargaku, tak pernah ada yang mendapat benjolan.

SLAMET
Apa kau punya cermin?

ARIFIN
Ah, ya

(Meraba Pelipisnya)

Aku akan melihatnya di kamar mandi.

(Ia Berjalan Cepat Ke Kamar Mandi Lalu Berseru Dari Dalam)

Memang betul ada benjolan

(Ia Mungkin Kembali, Benjolannya Tampak Lebih Hijau Di Atas Pelipis)

Mungkin betul aku terbentur.

SLAMET
Benjolan itu berwarna hijau.

ARIFIN
Kau selalu menyebutkan hal-hal yang tak menyenagkan.

SLAMET
Maaf. Aku tak bermaksud menyakitimu. Apa kau sudah ke dokter?

ARIFIN
Aku tak memerlukan dokter.

SLAMET
Kita harus memanggil dokter.

ARIFIN
Jangan! Aku tak akan memanggilnay. Aku akan merawat diriku sendiri.

SLAMET
Siapa tahu penyakit itu berbahaya.

ARIFIN
Para dokter selalu mengatakan penyakit yang sebenarnya tak ada.

SLAMET
Mungkin benar begitu, tetapi mereka menemukan juga obetnya bukan?

ARIFIN
Aku hanya percaya pada dokter hewan.

SLAMET (Memperhatikan Kembali Arifin)
Urat-uratmu tampak membengkak, semua menonjol.

ARIFIN
Itu tandanya aku kuat.

SLAMET
Meski begitu…

IA MEMPERHATIKAN ARIFIN LALU TANPA TANPA SADAR MENJAUHI DENGAN CEPAT

ARIFIN
Mengapa kau memandang aku seakan-akan aku binatang aneh?

SLAMET
Kulitmu…

ARIFIN
Apa yang kau lakukan dengan kulitku?

SLAMET
Kulitmu… kulitmu berubah warna. Jadi hijau…

(Ia Memegang Tangan Arifin)

Juga mengeras.

ARIFIN (Menarik Tangannya)
Jangan menyentuh akuseperti itu. Kau membuatku kesal.

SLAMET
Kita harus memanggil dokter.

IA BERGERAK KE ARAH TILPON

ARIFIN
Jangan ganggu benda itu. Kau suka ikut campur

BERGEGAS MENDEKATI SLAMET YANG HENDAK MENILPON

SLAMET
Tapi itu semua demi kebaikanmu.

ARIFIN (Bergerak Dan Mengendus-Endus)
Aku lebih tahu apa yang baik bagiku.

SLAMET
Kau tampaknya sesak nafas!

ARIFIN
Aku bernafas seperti biasa! Aku tak uka dengan caramu bernafas, terlalu lemah, seakan-akan sebentar lagi kau akan mampu!

SLAMET
Jangan marah Arifin, bagaimanapun aku sahabatmu bukan?

ARIFIN
Persahabatan sudah tidak ada!

SLAMET
Kau merisaukan.

ARIFIN
Kau tak perlu risau.

SLAMET
Kau tidak manusiawi belakngan ini.

ARIFIN
Aku justru senang bahwa aku tak manusiawi.

(SEMENTARA ITU ARIFIN MULAI BERLARI LARI DALAM RUANGAN SEPERTI BINATANG DALAM KANDANG DARI DINDING SATU KE DINDING LAIN,
SLAMET MELIHATNYA PINDAH TEMPAT DARI SAAT KE SAAT, DENGAN TANGKAS MENGHINDAR)

SLAMET
Jangan gugup, jangan gugup.

ARIFIN
Aku tak betah dalam pakaian ini. Piyama ini menyiksaku

(IA MEMBUKA DAN MENUTUP KEMBALI KANCING PIYAMA)

SLAMET
Ah, apa yang terjadi dengan kulitmu?

ARIFIN
Lagi-lagi kulitku he? Ini kulitku, aku tak dapat menukarnya
dengan kulitmu, bukan?

SLAMET
Seperti perisai.

ARIFIN
Tentu, aku akan tahan dengan segala cuaca. 92

SLAMET
Makin lama kau makin hijau.

ARIFIN
Aku tak peduli. Bbbrrr….!

SLAMET
Apa katamu?

ARIFIN
Aku tak berkata apa-apa. Aku…. Bbbrrr….. menyenangkan!

SLAMET
Tahukah kau apa yang terjadi dengan Tigor? Ia jadi seekor badak!

ARIFIN
Apa yang terjadi dengan Tigor?

SLAMET
Ia jadi badak.

ARIFIN (Membuka Bajunya)
Bbbrrrrr……

SLAMET
Jangan bercanda begitu….

ARIFIN
Biarkan aku bernafas, aku punya hak untuk itu. Aku berada di rumahku.

SLAMET
Aku tak menyangkal.

ARIFIN
Memang kau tak usah menyangkal aku. Aku merasa panas, gerah.... bbbrrr…. Sebentar… aku akan menyegarkan diri.

SLAMET (Sementara Arifin Sibuk Di Kamar Mandi)
Ini akibat demam

TERDENGAR NAFAS MENDENGUS, JUGA GELEGAK AIR

ARIFIN (Dari Dalam)
bbbrrrr…..

SLAMET
Ia menggigil. Aku akan menelepon ke dokter.

IA BERGERAK KE ARAH TILPON LALU TIBA-TIBA BERHENTI MENDENGARKAN SUARA ARIFIN

ARIFIN
Jadi Tigor telah jadi badak. Ah, ia menyamar…

IA MENJENGUKKAN KEPALANYA DI PINTU KAMAR MANDI. TAMPAK IA SANGAT HIJAU, CULANYA MEMBESAR

SLAMET (Berjalan Tanpa Memperhatikan Arifin)
Aku berkata sungguh-sungguh.

(Keluar Masuk Ruangan, Ke Kamar Mandi, Ke Luar Lagi)

Seharusnya aku tak mengajakmu bebicara. Makin menambah parah sakitmu saja.

ARIFIN
Tidak, percakapan membuatku santai.

SLAMET
Boleh kupanggil dokter?

ARIFIN
Aku larang dengan tegas.

(Sementara Arifin Semakin Hijau)

Kau jangan melihat sesuatu dari segi buruknya saja. Barangkali ia memang senang menjadi badak.apa kau kira bentuk kita ini lebih disukai?

SLAMET
Bagaimanapun juga kita punya moral, tidak seperti binatang.

ARIFIN
Moral, moral! Aku sudah kenyang dengan moral!

SLAMET
Kalau bukan moral, apa yang akan menggantikannya?

ARIFIN
Alam!

SLAMET
Apa kau mau mengganti hukum moral dengan hukum rimba?

ARIFIN
Di sana aku akan hidup, di sana aku akan hidup! Kita harus kembali kepada keutuhan purba!

SLAMET
Aku tak sependapat.

ARIFIN (Mendengus-Dengus)
Aku ingin bernafas!

SLAMET
Pikirkan baik-baik. Kita memiliki nilai-nilai yang tak ada pada binatang. Paradaban yang berabad-abad telah kita bangun…

ARIFIN
Bongkar semua itu. Kita akan membangun peradaban baru.

SLAMET
Ku bercanda… kau sedang bersajak.

ARIFIN
bbbbrrr…..

SLAMET
Aku tidak tahu bahwa kau penyair. Arifin, kau tahu bahwa manusia….

ARIFIN
Manusia…. jangan ucapkan lagi kata itu!

SLAMET
Aku ingin mengatakan tentang kemanusiaan….

ARIFIN
Ketinggalan jaman. Kau berpikiran lapuk dan menggelikan!

(Masuk Kamar Mandi Dan Berkata Dari Dalam)

Kuno! Kau bicara tenatang hal yang tak ada artinya!

SLAMET
Tak ada artinya?

ARIFIN (Dari Dalam Dengan Suara Serak)
Jelas!

SLAMET
Kau linglung! Apakah kau menyukai badak?

ARIFIN
Mengapa tidak?

SLAMET
Bicaramu tak jelas.

ARIFIN (Di Kamar Mandi)
Buka telingamu!

SLAMET
Bagaimana?

ARIFIN
Buka telingamu, kubilang! Kenapa kau tidak jadi badak saja? Aku menyukai perubahan itu.

SLAMET
Hal seperti itu…

(Slamet Berhenti Bicara Karena Arifin Muncul Dengan Rupa Yang Mengejutkan. Benjolannya Sudah Lengkap Jadi Cula)

Rupanya kau sudah kehilangan pikiranmu

(Arifin Lari Ke Tempat Tidurnya Melemparkan Selimut Ke Lantai, Bicara Kacau Balau, Mengeluarkan Suara Yang Tak Pernah Terdengar Sebelumnya)

Jangan amuk-amukan begitu, tenanglah…

ARIFIN
Panas, sangat pans. Hancurkan semua. Pakaian, hancurkan, hancurkan!

MENJATUHKAN CELANA PIYAMA

SLAMET
Apa yang kau lakukan. Aku tak mengenalmu lagi! Kau biasanya pemalu!

ARIFIN
Rawa-rawa! Rawa-rawa!

SLAMET
Lihatlah aku. Sepertinya kau tak mengenalku lagi! Kau tak mendengar kata-kataku lagi!

ARIFIN
Aku mendengarmu dengan jelas. Aku melihatmu dengan terang

MENYERUDUK SLAMET YANG MENGHINDAR

SLAMET
Hati-hati!

ARIFIN (Mendengus-Dengus)
Maaf!

LALU DENGAN CEPAT KE KAMAR MANDI

SLAMET (Ke Kiri Lalu Mengikuti Arifin Ke Kamar Mandi Sambil Berkata)
Betapapun aku tak dapat membiarkannya seperti itu. Dia kawanku

(Berseru Ke Kamar Mandi)

Aku akan memanggil dokter. Ini mutlak perlu, percayalah!

ARIFIN (Dari Dalam)
Tidak!

SLAMET (Dari Dalam Kamar Mandi)
Tenanglah Arifin, kau menggelikan! Oh, culamu…. Kau jadi badak!

ARIFIN (MASIH DI DALAM)
Aku akan menginjak-injakmu

TERJADI KEGADUHAN DI KAMAR MANDI, BUNYI BENDA JATUH, GELAS PECAH. SLAMET MUNCUL DENGAN PANIK, MENUTUP PINTU KAMAR MANDI DENGAN SUSAH PAYAH MELAWAN DORONGAN DARI DALAM

SLAMET (Mendorong Pintu)
Badak-badak!

(Slamet Berhasil Menutup Pintu. Pada Saat Pintu Ditembus Cula Dan Keributan Berlanjut Di Kamar Mandi)

Aku tak percaya lagi padanya

(Ia Lari Keluar Mengetuk Pintu Tetangga)

Ada badak di dalam kamar!

KAKEK (Melongokkan Kepala)
Ada apa?

SLAMET
Panggil keamanan! Ada badak dalam rumah!

NENEK
Siapa itu Arifin? Kenapa ribut-ribut?

KAKEK
Aku tak tahu apa yang dikatakannya. Ia melihat seekor badak.

SLAMET
Ya, di dalam rumah. Panggil polisi!

KAKEK
Ah, kau jangan ganggu dia. Berlaku sopanlah

MENUTUP PINTU DI DEPAN SLAMET

SLAMET (Lari Ke Tangga)
Polisi, polisi! Ada badak dalam rumah!

(Slamet Kembali Masuk Kamar Arifin, Sementara Pintu Kamar Mandi Terus Dihantam Dari Dalam)

Ya Tuhan…

(Ia Lari Keluar Sambil Berteriak)

Badak, badak….!




























B A B A K I I I

PEMBAGIAN PANGGUNG HAMPIR SAMA DENGAN ADEGAN SEBELUMNYA.
MENGGAMBARKAN KAMAR SLAMET YANG MENYERUPAI KAMAR ARIFIN.
HANYA ADA PERUBAHAN KECIL DARI BEBERAPA ALAT RUMAH TANGGA
YANG MENUNJUKKAN BAHWA INI KAMAR LAIN. DI BAGIAN BELAKANG
NAMPAK SEBUAH DIPAN DAN JENDELA YANG TERBUKA. DI SEBELAH KIRI
TERDAPAT UJUNG TANGGA DAN PINTU MASUK KE KAMAR SLAMET.

SEBUAH KURSI DAN MEJA DENGAN RADIO KECIL DI ATASNYA. SEBUAH
KAMAR DARI SEBUAH FLAT UNTUK PEGAWAI SEDERHANA. SLAMET TERBARING DI ATAS DIPAN, MEMBELAKANGI PENONTON. IA BERPAKAIAN LENGKAP, KEPALANYA DIBALUT PERBAN. AGAKNYA IA SEDANG BERMIMPI BURUK DAN MENGGELEPAR DALAM TIDURNYA.

SLAMET
Jangan!

(Hening)

Hati-hati culanya!

(Hening. Deru Sejumlah Badak Terdengar Lewat Di Bawah Jendela)

Jangan!

(Ia Jatuh Ke Lantai Masih Bergulat Dengan Apa Yang Dilihat Dalam
Impian Buruknya, Lalu Terbangun. Dengan Hati-Hati Meletakkan Tangan Di Atas Dahinya. Didekatinya Cermin Di Dinding Dan
Mengangkat Sedikit Pembalutnya. Ia Bernafas Lega Setelah Dilihatnya Bahwa Tak Ada Benjolan. Ia Ragu-Ragu Menuju Ke Dipan, Berbaring, Tapi Segera Bangun Kembali Dan Berdiri. Ia Mendekati Meja, Dari Bawah Dikeluarkannya Sebotol Minuman Dan Sebuah Gelas. Ia Hendak Menuangkan Minuman, Tetapi
Setelah Perjuangan Batinyang Singkat, Dikembalikannya Botol Serta Gelas Itu)

Ayo, ayo, mana daya tekadmu!

(Ia Kembali Ke Dipan, Tapi Kini Terdengar Lagi Badak-Badak Di Bawah Jendela. Ia Mendekati Meja, Sesaat Ragu-Ragu Lalu Dengan Gerak “Peduli Setan!” Dituangnya Minuman Dan Diteguknya Sekaligus.
Dikembalikannya Botol, Ia Batuk. Batuk Itu Membuatnya Cemas. Ia Batuk Lagi Dan Mendengarkan Bunyinya Memandang Dirinya
Di Cermin, Batuk Lagi. Dibukanya Jendela, Bunyi Terengah-Engah Menjadi Lebih Jelas. Ia Batuk Lagi)

Tidak sama, tidak!

(Ia Tenang Kembali, Ditutupnya Jendela, Dipegang-Pegangnya
Balut Kepala, Kembali Ke Dipan Dan Mulai Tertidur) Darmawan Muncul Di Tangga, Didekatinya Pintu Dan Ia Mengetuk. (Slamet
Terbangun)

Mau apa?

DARMAWAN
Aku datang menengok kau, Slamet.

SLAMET
Siapa itu?

DARMAWAN
Aku.

SLAMET
Aku siapa?

DARMAWAN
Aku, Darmawan.

SLAMET
Ooo kau, masuklah.

DARMAWAN
Aku harap tidak mengganggu

(Mencoba Membuka Pintu)

Pintunya terkunci.

SLAMET
Sebentar. Aduh, aduh!

MEMBUKA PINTU, MASUK DARMAWAN

DARMAWAN
Apa kabar, Slamet.

SLAMET
Apa kabar, Darmawan. Jam berapa?

DARMAWAN
Jadi kau tetap berkurung di kandangmu? Merasa lebih baik, kawan?

SLAMET
Maafkan suaramu tidak kukenali

(Membuka Jendela Lebar-Lebar)

Ya, ya… rasanya sedikit lebih baik.

DARMAWAN
Tak ada perubahan pada suaraku.

SLAMET
Maafkan saja, aku tadinya mengira…. Kau benar, suaramu masih seperti biasa. Suaraku tidak berubah, kan?

DARMAWAN
Mengapa harus berubah?

SLAMET
Tidakkah sedikit, sedikit… parau?

DARMAWAN
Setahuku tidak.

SLAMET
Terima kasih, aku lega.

DARMAWAN
Mengapa, ada apa dengan kau?

SLAMET
Kurang tahu—siapa tahu? Suara bisa tiba-tiba berubah—dan celakanya memang berubah!

DARMAWAN
Apakah kau diserang selesma?

SLAMET
Mudah-mudahan tidak—kuharap tidak. Duduklah Darmawan, ini kursi.

DARMAWAN (Duduk)
Kau masih saja merasa kurang sehat? Kepala terus-terusan sakit?

MENUNJUK PADA BALUT SLAMET

SLAMET
Ya, sakit kepala terus. Tapi tak ada benjol, aku tidak terbentur… betulkah…?

DIANGKATNYA BALUT SEDIKIT, DIPERLIHATKANNYA PADA DARMAWAN

DARMAWAN
Menurut penglihatanku tidak ada.

SLAMET
Aku harap tidak pernah ada. Jangan ada.

DARMAWAN
Kalau kepalamu tidak terbentur sesuatu, mengapa harus benjol?

SLAMET
Kalau betul-betul terhindar dari benturan, dengan sendirinya tidak.

DARMAWAN
Jelas, asal saja kita berhati-hati. Tetapi mengapa kau sebenarnya? Begitu gugup dan gelisah. Agaknya karena sakit kepalamu itu. Jangan banyak bergerak, tentu kau akan segera sembuh.

SLAMET
Sakit kepala… sudah, jangan sebut-sebut sakit kepala! Aku tak mau mendengarnya!

DARMAWAN
Mengapa kau sakit kepala setelah peristiwa yang kau alami itu?

SLAMET
Aku belum mengatasinya!

DARMAWAN
Tidak heran kau sakit kepala.

SLAMET (Cepat Ke Cermin, Mengangkat Balutnya)
Tidak ada… kau tahu bahwa bisa terjadi sesuatu?

DARMAWAN
Apa yang terjadi?

SLAMET
Aku takut jadi orang lain.

DARMAWAN
Tenangkan dirimu. Mari duduklah. Mondar-mandir ke sana kemari hanya membuat kau lebih gelisah.

SLAMET
Kau benar. Aku perlu menenangkan diri

(Duduk)

Aku tak dapat melupakannya.

DARMAWAN
Maksudmu tentang Arifin? Aku tahu…

SLAMET
Ya, tentang Arifin tentunya, juga tentang yang lain-lain.

DARMAWAN
Aku mengerti betapa terkejutnya kau.

SLAMET
Dan itu tidak mengherankan. Kau akui itu.

DARMAWAN
Memang, tapi kau jangan memperbesar persoalan. Tidak ada alasan bagimu untuk…

SLAMET
Aku ingin tahu bagaimana seandainya kau adalah aku. Arifin temanku yang terdekat. Bayangkan… dia kusaksikan berubah di depan mataku. Lagipula ia mengamuk!

DARMAWAN
Aku turut merasakannya. Kau merasa ditinggalkan. Cobalah, jangan fikirkan dia lagi.

SLAMET
Bagaimana tidak kufikirkan? Biasanya ia orang yang ramah, berperikemanusiaan. Siapa kira ia akan begitu? Kami berkenalan ketika kami masih bercelana monyet. Tak kusangka sedikitpun ia akan berubah sedemikian rupa. Aku lebih percaya kepadanya daripada kepada diriku sendiri, tetapi ia tega berbuat begitu kepadaku.

DARMAWAN
Aku yakin ia tak bermaksud mengecewakan kau.

SLAMET
Justru ia seperti sengaja. Andaikata kau melihat bagaimana dia saat itu—pancaran wajahnya….

DARMAWAN
Kebetulan saja kau di sana waktu itu. Tetapi meski dengan siapapun, akan tetap saja terjadi begitu.

SLAMET
Setelah bertahun-tahun bersama-sama, sekurang-kurangnya dia bisa mengendalikan diri di depanku.

DARMAWAN
Kau pikir segala sesuatu yang terjadi hanya menyangkut pribadimu? Kau bukanlah orang yang paling penting, kau mesti ingat itu.

SLAMET
Mungkin kau benar, aku harus belajar menyesuaikan diri. Tetapi kejadian itu amat menggemparkan. Terus terang aku sangat terpukul. Apa penjelasan dari semua ini, apa?

DARMAWAN
Sementara ini aku belum dapat menemukan penjelasan yang memuaskan. Aku perhatikan fakta-faktanya. Kemelesetan alam barangkali, kenakalan yang ganjil, lelucon yang kelewatan, suatu permainan—siapa yang tahu?

SLAMET
Arifin memang suka membanggakan diri, tetapi aku tidak berambisi apa-apa. Aku puas dengan diriku sebagaimana adanya.

DARMAWAN
Mungkin ia membutuhkan udara segar, alam terbuka, dataran luas… mungkin ia mencari ketentraman…

SLAMET
Aku paham maksudmu. Meskipun begitu, jika orang menuduh aku sebagai penghalang, atau dianggap memisahkan diri dari masyarakat, aku ingin tetap tinggal sebagaimana aku sekarang.

DARMAWAN
Kita tetap sebagaimana kita adanya, jangan kuatir…untuk apa kau terganggu oleh beberapa penderita penyakit badak? Mungkin itu hanya jenis penyakit baru!

SLAMET
Justru itu! Aku takut ketularan!

DARMAWAN
Sudah, jangan kau pikirkan. Kau menganggap masalah ini begitu penting. Apa yang terjadi pada Arifin tidak jelas gejalanya, persoalannya bukan persoalan umum. Temanmu itu memang terlalu cepat meluap, tabiatnya agak kasar. Kau tak perlu menilai berdasarkan kekecualian.

SLAMET
Agaknya hari mulai cerah bagiku. Kau sebenarnya belum bisa menjelaskan padaku, tapi kau telah melengkapi aku dengan penjelasan yang waras. Ya, tentu saja, ia pasti telah menempuh
keadaan yang gawat sehingga sampai terjerumus dalam taraf sekarang. Batinnya mengalami ketidakseimbangan. Lalu apa yang terjadi dengan Tigor, begitu juga yang lainnya…?

DARMAWAN
Aku masih percaya pada teori wabah, seperti influenza misalnya. Bukan pertama kalinya kita diserang wabah.

SLAMET
Jenis serupa ini belum pernah tercatat. Apakah berasal dari negara maju atau negara berkembang?

DARMAWAN
Bagaimanapun juga yakinlah dirimu bahwa Tigor ataupun yang lainnya melakukan itu bukan untuk merongrongmu. Masak mereka mempertaruhkan segalanya hanya untuk itu.

SLAMET
Benar juga, masuk diakal, fikiran yang membantu… atau dari segi lain justru menghancurkan segala harapan?

(Terdengar Badak-Badak Berderap Di Bawah Jendela)

Nah, kau dengar itu?

MELOMPAT KE JENDELA

DARMAWAN
Tak usah kau hiraukan mereka

(Slamet Menutup Kembali Jendela)

Mereka toh tidak menyusahkanmu. Sungguh pikiranmu dipenuhi hanya oleh mereka. Itu tak baik untukmu, kau hanya membuat dirimu lebih payah. Kau sudah mengalami kejutan besar, mengapa kau seperti mau minta tambah? Pusat pikiranmu pada hal-hal yang waras!

SLAMET
Aku ingin tahu apakah aku betul-betul tidak akan kejangkitan?

DARMAWAN
Pokoknya penyakit itu tidak membunuh. Ada penyakit tertentu yang justru menguji manusia, aku yakin jenis ini bisa disembuhkan asal kita mau… merekapun kelak pasti sembuh,
lihat saja.

SLAMET
Tapi pasti ada kelanjutannya. Suatu perobakan jasmaniah seperti itu mau tidak mau mesti….

DARMAWAN
Hanya sementara waktu saja, jangan kuatir.

SLAMET
Apa kau betul-betul yakin?

DARMAWAN
Aku pikir begitu… ya, aku kira begitu.

SLAMET
Tapi kalau seseorang sungguh-sungguh tidak menghendakinya, betul-betul tak mau ketularan—pastilah kita tidak ketularan, tak mungkin ketularan! Kau mau sedikit minum?

DARMAWAN
Tidak, terima kasih, aku tidak pernah minum. Silahkan kau minum sendiri kalau kau ingin. Asal saja akit kepalamu tidak bertambah karenanya.

SLAMET
Katanya alcohol baik untuk penahan wabah. Membuat seseorang lebih tahan terhadap penularan. Kuman influenza mudah terbasmi olehnya.

DARMAWAN
Tapi belum tentu semua kuman bisa terbunuh olehnya. Terhadap penyakit badak ini misalnya, belum diketahui kekuatannya.

SLAMET
Arifin tak suka minuman keras, tapi ia Cuma berpura-pura…. Mungkin itulah sebabnya maka… barangkali itu menjelaskan sikapnya

( Disodorkan Segelas Minuman Pada Darmawan)

Kau betul-betul tidak minum?

DARMAWAN
Tidak, tidak, apa lagi dengan perut kosong, Terima kasih,

(Slamet Minum Sampai Habis, Ia Batuk)

Nah ternyata tidak kuat minum, sampai batuk-batuk.

SLAMET (Cemas)
Ya, membuat aku batuk. Seperti apa batukku itu?

DARMAWAN
Seperti setiap orang yang terlalu banyak minum.

SLAMET
Tak ada nada yang terdengar aneh bukan? Batuk seperti batuk manusia?

DARMAWAN
MAksudmu bagaimana? Batukmu seperti biasa kalau orang batuk. Lantas batuk itu bis bagaimana lagi?

SLAMET
Entahlah… barangkali batuk binatang… Papakah badak bisa batuk?

DARMAWAN
Ah Slamet, kau mempermainkan dirimu. Kau menciptakan sendiri kesulitan-kesulitanmu, kau bertanya yang aneh-aneh. Aku masih ingat kau mengatakan bahwa perlindungan yang terbaik
terhadap ini adalah daya tekad.

SLAMET
Memang.

DARMAWAN
Nah buktikanlah bahwa kau memiliki tekad itu.

SLAMET
Tekad itu ada, percayalah.

DARMAWAN
Buktikanlah pada dirimu – misalnya, jangan minum lagi. Pasti kau akan merasa lebih yakin akan dirimu.

SLAMET
Kau salah mengerti. Sudah kukatakan bahwa aku minum untuk menjauhkan kemungkinan terburuk. Aku minum dengan penuh kesadaran. Kalau wabah ini sudah berlalu, aku akan berhenti minum. Itu sudah menjadi keputusanku.

DARMAWAN
Kau mencari-cari alasan!

SLAMET
Kau kira begitu? Bagaimanapun juga atak ada sangkut pautnya dengan apa yang sedang terjadi sekarang di luar.

DARMAWAN
Darimana kita tahu?

SLAMET (Cemas)
Maksudmu memang ada hubungannya? Begituka malapetaka itu terjadi menurut kau? Aku bukan pemabuk

(Ia Mendekati Cermin Untuk Memeriksa Diri)

Kau pikir, akan mungkinkah…

(Ia Meraba Raba Wajahnya, Menepuk Nepuk Balut Kepalanya)

Tak ada perubahan, tak ada kerusakan, jadi itu berarti baik, sekurang-kurangnya tak ada pengaruh apa-apa.

DARMAWAN
Aku hanya bergurau, aku Cuma main-main. Kau melihat segala sesuatu dari segi yang gelap – hati-hatilah, jangan sampai kau kena penyakit syaraf. Kalau kau sudah mengatasi kejutanmu sepenuhnya dank au sudah merasa sanggup untuk keluar menghirup udara segar, kau akan merasa lebih baik. Coba saja! Semua pikiran buruk itu akan lenyap.

SLAMET
Keluar? Suatu saat memang harus. Aku ngeri kalau saat itu tiba. Mau tak mau aku pasti berjumpa dengan beberapa dari mereka.

DARMAWAN
Apa salahnya? Mudah saja kau menyingkir untuk memperkenankan mereka lewat. Dan jumlah mereka tidak sebanyak yang kau bayangkan.

SLAMET
Dimana-mana aku melihat mereka.

DARMAWAN
Mereka tidak menyerang kau. Kalau kau tidak ganggu mereka, merekapun akan menghindari kau. Kau tak usah menganggap rendah mereka. Bahkan mereka memiliki kemurnian tertentu yang wajar, semacam keterusterangan. Aku berjalan kaki untuk mengunjungi kau. Aku sampai di sini dengan aman dan sehat walafiat bukan? Tanpa mengalami kesulitan apa-apa.

SLAMET
Hanya melihat mereka saja aku sudah gugup. Katakanlah aku senewen. Aku bukan marah, tidak, tidak ada untungnya kalau aku marah, akibatnya tidak bisa dijamin, itu kujaga. Tapi aku terpengaruh – di sini

(Menunjuk Hatinya)

Perasaanku tercekam dari dalam.

DARMAWAN
Reaksi sampai batas tertentu memang bisa dibenarkan. Tapi kau berlebihan. Tak ada bakat humor padamu, itulah yang menyulitkan, sedikitpun tak ada. Kau perlu belajar supaya lebih santai sedikit, dan melihat segala sesuatu dari segi lucunya.

SLAMET
Aku merasa terlibat, aku tak bisa bersikap tak peduli.

DARMAWAN
Jangan mengadili kalau kau tak ingin diadili. Kalau kau begitu cemas kau tak akan mampu meneruskan hidup.

SLAMET
Kalau aja ini terjadi ditempat lain, di negara lain dan kita hanya membacanya di surat kabar, kita bisa memperbincangkannya dengan tenang dan mencapai kesimpulan yang obyektif. Kita bisa menyelenggarakan diskusi dengan para professor, penulis dan sarjana hokum, tokoh-tokoh seniman dan semua orang. Tapi kalau kita sendiri terlibat, kalau tiba-tiba kau dihadapkan pada fakta yang kejam – kejutan begitu dahsyat, kita tidak bisa tinggal diam. Terus terang aku tercengang, aku sangat, sangat tercengang. Aku tak bisa mengatasinya.

DARMAWAN
Akupun tercengang mulanya, mulanya. Kini aku mulai biasa.

SLAMET
Jaringan syarafmu lebih kompak daripada aku. Kau beruntung.

DARMAWAN
Aku tidak mengatakan bahwa ini baik. Jangan kau kira aku memihak pada badak-badak…

BUNTI SEKELOMPOK BADAK LEWAT DI BAWAH JENDELA

SLAMET
Itu mereka, lagi-lagi mereka! Aku tidak bisa membiasakan diri dengan mereka. Mereka terlalu menjajah pikiranku sampai aku tak bisa tidur. Mataku membeliak tak bisa pejam. Di siang hari aku ngantuk karena kelelahan yang sangat.

DARMAWAN
Minumlah obat tidur.

SLAMET
Bukan itu penyelesaiannya. Kalau aku tertidur lebih buruk lagi. Aku mimpi tentang mereka, mimpi buruk!

DARMAWAN
Sudah kukatakan jangan melihat segala sesuatu terlalu serius. Rupanya kau senang memyiksa dirimu. Akuilah!

SLAMET
Aku bukan seorang Maschosis!

DARMAWAN
Jadi, hadapilah faktanya, dan atasilah. Memang sudah begini keadaannya. Kau tak bisa berbuat apa-apa untuk merubahnya.

SLAMET
Itu fatalisme.

DARMAWAN
Ah tidak, akal waras. Kalau ada kejadian seperti ini, yakinlah bahwa ada sebabnya. Itu yang harus kita selidiki.

SLAMET
Aku tak mau menerima keadaan ini.

DARMAWAN
Apa yang bisa kau perbuat? Kau punya rencana?

SLAMET
Saat ini aku belum tahu. Aku harus memikirkan dulu masak-masak aku akan menulis surat ke Koran-koran, aku minta bertemu walikota atau wakilnya kalau pak walikota terlalu sibuk.

DARMAWAN
Aku sangsi apakah secara moril kau berhak turut campur. Bagaimanapun juga kukira tidak perlu begitu gawat. Kuanggap bodoh kalau kau mesti merusuhkan diri untuk orang yang telah memutuskan diri untuk berganti kulit.

SLAMET
Iblis harus kita serang dari akar-akarnya!

DARMAWAN
Iblis! Itu Cuma perkataan! Siapa yang tahu apa kejahatan dan apa kebaikan? Kepastian tergantung pada penentuan pribadi. Kau bimbang tentang keselamatan kulitmu sendiri, itulah hakikatnya. Tapi kau tak akan menjadi badak, dijamin tidak – kau tak punya potongan untuk menjadi badak.

SLAMET
Jika saja setiap orang berpikir seperti kau… Maafkan aku, aku terlalu tegang. Tapi aku akan memperbaiki diri. Mungkin kau punya pekerjaan…

DARMAWAN
Jangan kuatir, beres. Pokoknya kantor belum bisa buka lagi.

SLAMET
Tangga itu belum diperbaiki? Sungguh lalai.

DARMAWAN
Mereka sedang memperbaikinya. Tapi pekerjaan itu lamban. Sulit mencari tukang-tukangnya.

SLAMET
Katanya banyak penganggur. Aku kira kita mendapat tangga semen.

DARMAWAN
Tidak, kayu lagi.

SLAMET
Terlalu. Tentu pak Entung akan kecewa. Apa katanya tentang ini?

DARMAWAN
Kita tak punya direktur lagi. Pak Entung telah mengundurkan diri.

SLAMET
Betapa mungkin!

DARMAWAN
Sungguh mati.

SLAMET
Apakah karena persoalan tangga?

DARMAWAN
Rasanya tidak.

SLAMET
Lalu mengapa? Ada apa dengan dia?

DARMAWAN
Ia mau pulang ke kampungnya.

SLAMET
Pulang kampung? Ia masih kuat menjabat direktur sampai bertahun-tahun lagi.

DARMAWAN
Ia tak bersedia lagi. Katanya ia perlu istirahat. Mungkin sebaiknya aku cerita padamu – lucu juga – sebetulnya… jelasnya ia telah menjadi badak

BUNYI BADAK DI KEJAUHAN

SLAMET
Badak! Pak Entung badak? Aku tak percaya! Sama seklali tak lucu! Mengapa baru kau ceritakan sekarang?

DARMAWAN
Aku tak mau menceritakan karena tahu kau akan terganggu.

SLAMET
Celaka dua belas, Pak Entung. Padahal kedudukannya begitu baik. Mustahil ia berbuat dengan sengaja. Aku tak yakin bahwa ia melakukannya dengan suka rela.

DARMAWAN
Siapa yang dapat mengatakan? Sukar untuk mengetahui alasan sebenarnya.

SLAMET
Mungkin ia membuat kekeliruan. Seharusnya ia minta pertolongan dokter jiwa.

DARMAWAN
Itulah cara yang dipilihnya untuk mencapai sublimasi diri.

SLAMET
Pasti ada yang maembujuk dia.

DARMAWAN
Itu terjadi padasetiap orang.

SLAMET
Setiap orang? Ooo jangan! Tidak pada dirimu bukan? Pada diriku juga tidak.

DARMAWAN
Kita harapkan saja tidak.

SLAMET
Kita tak ingin bukan? Jawablah!

DARMAWAN
Ya, ya, tentu!

SLAMET (Lebih Tenang)
Aku mengira bahwa pak Entung memiliki kekuatan untuk menentangnya. Dalam pandanganku ia cukup berwatak. Terutama karena aku tidak tahu apakah yang memikatnya -- jaminan material atau moral manakah…

DARMAWAN
Lebih masuk akal kalau menganggapnya karena suatu sikap kekecewaan dalam dirinya.

SLAMET
Boleh jadi. Memang sangat kabur, atau lebih memberatkan… Memberatkan kukira, sebab kalau betul-betul atas kehendaknya… Aku rasa pak Surahman akan mengecam dia – apa yang dikatakan tentang kelakuan Direktur kita?

DARMAWAN
O Surahman lebih dari marah. Ia ngamuk tak terkendalikan. Aku jarang melihat orang begitu marah.

SLAMET
Sebtulnya ia orang baik. Ia memiliki pendirian yang waras. Dan selama ini aku salahmngerti tentang sikapnya.

DARMAWAN
Ia juga tak mengerti tentang kau.

SLAMET
Terbukti bahwa saat ini aku cukup obyektif. Jangan lupa, kaupun menganggap rendah orang itu.

DARMAWAN
Aku tidak merendahkan dia. Kuakui aku jarang sefaham dengan dia, aku tidak suka pada caranya mengecam sesuatu, sikapnya selalu curiga. Sampai sekarangpun aku tidak dapat menghargai dia sepenuhnya.

SLAMET
Sekarang untuk alasan yang sebaliknya.

DARMAWAN
Bukan, bukan itu. Caraku meninjau dan menarik kesimulan tidak semudah yang kau kira. Soalnya karena tidak ada hal-hal yang ilmiah atau obyektif tentang pernyataan yang dikemukakan oleh Surahman. Secara pribadi aku tidak membenarkan perbadakan ini, kaupun tahu sama sekali tidak membenarkan, jangan salah sangka! Tetapi sikap Surahman terlalu ekstrim, seperti biasa.Dan justru karena itu terlalu gampang. Pendiriannya melulu didiktekan oleh kebencian terhadap atasannya. Dari situlah timbul rasa rendah dirinya dan ketidak puasannya. Lagipula semua omongannya berupa kutipan-kutipan indoktrinasi, dan perdebatan macam demikian tidak cocok buatku.

SLAMET
Maafkan aku kalau sekali ini aku menyetujui Surahman sepenuhnya. Ia orang yang patut dihargai.

DARMAWAN
Aku tidak menyangkal – tapi aku tidak membenarkan.

SLAMET
Ia orang yang wajib dihargai, karena orang seperti dia sudah menjadi jarang dewasa ini. Ia realistis, kakinya kukuh memijak bumi. Aku setuju sepenuhnya dengan dia, dan aku tak malu mengatakannya. Aku ingin memberi selamat kepadanya kalau berjumpa dengannya. Aku menyesali perbuatan pak Entung, justru seharusnya dialah yang pantang menyerah.

DARMAWAN
Betapa tidak tolerannya kau! Barangkali pak Entung membutuhkan ketentraman setelah bertahun-tahun kerja kantor.

SLAMET (Ironis)
Dan kau terlalu toleran, terlalu liberal!

DARMAWAN
Slamet, kawan… Seseorang harus berusaha untuk mengerti. Untuk dapat mengerti suatu kejadian serta akibat-akibatnya, kau harus meneliti kembali alasan-alasan yang menyebabkannya melalui proses intelek yang jujur. Kita mesti berbuat demikian karena lebih dari apapun kita mahluk yang mampu berfikir. Aku belumlah berhasil, seperti sudah kukatakan padamu. Dan aku tidak tahu apakah aku akan berhasil. Bagaimanapun juga, kita mesti memulai dengan kebulatan yang sebaik-baiknya – atau setidak-tidaknya dengan sikap tidak memihak, akal kita harus senantiasa terbuka, segala apapun bisa logis. Mengerti berarti membenarkan.

SLAMET
Aku ramalkan bahwa kau kelak memihak pada badak-badak.

DARMAWAN
Tidak, tidak, sama sekali tidak. Aku tak akan sejauh itu. Aku Cuma mencoba menghadapi faktanya langsung tanpa sentiment. Aku berusaha berskap realistis. Aku dapat menerima bahwa tidak ada kejahatan mutlak dalam sesuatu yang terjadi sewajarnya. Aku bukanlah orang yang memandang segala sesuatu sebagai sumber kejahatan. Serahkanlah penilaian pada yang berwenang.

SLAMET
Kau menganggap kejadian ini wajar?

DARMAWAN
Adakah yang tidak wajar pada seekor badak?

SLAMET
Ya, tapi manusia yang berubah jadi badak tak dapat disangsikan lagi ketidak wajarannya.

DARMAWAN
Itu soal pendirian saja.

SLAMET
Tak boleh jadi, mutlak tak boleh jadi.

DARMAWAN
Kau begitu yakin. Siapa yang dapat mengatakan sampai mana batas wajar dan tidak wajar? Bisakah kau menguraikannya. Belum ada yang menemukan jawaban masalah ini, tidak dri segi kedoteran, tidak dari falsafah. Kau seharusnya sadar.

SLAMET
Boleh jadi masalah initak dapat diselesaikan secara falsafah – tapi dalam praktejnya mudah saja. Orang bisa saja membuktikan bahwa apa yang disebut gerak itu tidak ada… tapi kau mulai berjalan…

(Mundar Mandir)

Dan terus berjalan, dan kau katakana pada dirimu seperti kata Galileo “ Dan untuk dapat bergerak”…

DARMAWAN
Kau mencampur adukkan yang satu dengan yang lainnya. Jangan memperumit persoalan. Dengan Gelileo justru sebaliknya; hasil pemikiran dan teori yang membuktikan keulungnnya di atas pendapat umum dan dogmatisme.

SLAMET (Pusing Sendiri)
Apakah arti semua ini? Pendapat umum, dogmatisme – melulu kata-kata! Boleh jadi di dalam kepalaku sudah terputar balik semuanya. Tapi kau kehilangan otakmu. Kau sudah tak bisa membedakan lagi antara wajar dan tak wajar. Aku tak perduli dengan Galileo, persetan Galileo!

DARMAWAN
Kau yang menyebut dan membawanya ke dalam persoalan. Kau yang mengemukakan bahwa prakteklah yang akhirnya menentukan. Mungkin kau benar asal titik tolaknya dari teori. Seluruhsejarah pemikiran manusia dan ilmu pengetahuan membuktikannya.

SLAMET (Makin Marah)
Tak satupun dibuktikan dengan terliti, apa itu gila.

DARMAWAN
Sama saja. Kita harus menguraikan dengan teliti, apa itu gila.

SLAMET
Gila adalah gila, tanpa arti yang lebih dari itu. Setiap orang tahu apa arti gila. Lalu tentang badak-badak itu… Praktek atau teori?

DARMAWAN
Keduanya.

SLAMET
Keduanya bagaimana?

DARMAWAN
Yang satu maupun yang lain, atau yang satu atau yang lain. Bahan perdebatan!

SLAMET
Kalau begitu aku tak sudi memikirkannya.!

DARMAWAN
Kau sudah tak menguasai diri lagi. Pendiirian kita mungkin tak sepenuhnya sesuai, namun kita masih dapat memperbincangkannya secara damai. Persoalan seperti ini sebaiknya dirundingkan.

SLAMET (Bingung)
Kau kira aku tak menguasai diri lagi? Aku bisa menjadi seperti Arifin. Ooo jangan, jangan, aku tak mau seperti dia

(Ia Menenangkan Diri)

Aku tak begitu pandai dalam falsafah. Pendidikanku tidak tinggi, lain dengan kau yang punya gelar dan macam-macam diploma. Kau dengan mudah melancarkan dikusi – aku orang kepalang

(Huru Hara Badak Di Bawah Jendela)

Tapi perasaanku mengatakan bahwa kau salah – kurasakan dengan naluriku – kurasakan dengan firasatku. Ya itulah istilahnya, firasat.

DARMAWAN
Apakah yang kau artikan dengan firasat?

SLAMET
Firasat dalam arti… ya, arti yang itu! Aku dapat merasakannya, dengan wajar. Aku pikir toleransimu yang keterlaluan itu, kesabaranmu yang murah hati itu – percayalah, sesungguhnya Cuma merupakan kelemahan, kebutuhan jiwa…

DARMAWAN
Tuduhanmu timbul dari ketidak tahuan.

SLAMET
Kau selalu mampu untuk berputar-putar mengelilingi aku. Tapi jangan kira…, aku akan berusaha menemui Sarjana Muda itu

DARMAWAN
Sarjana Muda mana?

SLAMET
Sarjana Muda itu, ahli falsafah, ahli ilmu logika. Aku pernah bertemu dengan dia. Sarjana Muda itu yang akan bisa menjelaskan padaku.

DARMAWAN
Menjelaskan mngenai apa?

SLAMET
Ia menjelaskan bahwa badak-badak Asia itu jenis Afrika, dan yang Afrika jenis Asia.

DARMAWAN
Aku kurang mengerti.

SLAMET
Bukan, bukan… ia membuktikan yang sebaliknya – bahwa yang Afrika itu jenis Asia dan yang Asia .. aku tahu betul apa yang kumaksud. Bukan itu yang hendak kujelaskan. Tapi kau pasti akan sesuai bergaul dengannya. Ia setaraf dengan kau, orang yang baik hati, pemikir yang pandai, gemilang.

(Huru Hara Badak Memuncak. Percakpan Terbenam Oleh Suara Binatang)

Itu mereka lagi. Kapan mereka akan berhenti

(Ia Lari Ke Jendela)
Hentikan, hentikan, setan !

BADAK MENJAUH, SLAMET MENANTANG MEREKA DENGAN TINJUNYA

DARMAWAN (Duduk)
Aku akan senang bertemu dengan sarjana logika yang kau maksudkan, kalau ia bisa membuat aku mengerti tentang masalah yang gelap dan genting ini. Aku akan sangat berterima kasih.

SLAMET (Melompat Ke Arah Lain Di Jendela)
Ya, akan kuperkenalkan dia kepadamu, ia pasti bersedia berbicara denganmu. Orangnya berwibawa, lihatlah nanti

(Kepada badak di bawah)

Setan!

MENGACUNGKAN TINJU

DARMAWAN
Biarkan mereka, bersikaplah sopan. Tak pantas kau bicara demikian pada orang-orang…

SLAMET (tetap di jendela)
Itu mereka lewat lagi. Ada kacamata dengan pinggiran tebal tersangkut di cula badak. Astaga, itu kacamata Sarjana Muda. Punya sang Sarjana Muda! Ini melewati batas! Sarjana Muda itu telah menjadi Badak! Ya Tuhan kepada siapa lagi kita bisa minta nasihat.

DARMAWAN (ke jendela)
Mana dia?

SLAMET (menunjuk)
Itu yang satu itu. Kau lihat?

DARMAWAN
Satu-atunya badak yang berkacamata. Kau pasti betul itu Sarjana Logikamu?

SLAMET
Sarjana Muda itu…. badak!

DARMAWAN
Ia masih mempertahankan benda kenangan dari kediriannya dulu.

SLAMET (mengayunkan tinjunya ke arah badak)
Aku tak akan bergabung dengan kau! Jangan harap!

DARMAWAN
Kalau ia betul-betul pemikir seperti yang kau gambarkan, mustahil ia akan terseret. Ia pasti akan mempertimbangkan dulu untung ruginya.

SLAMET (berseru)
Jangan berharap aku bergabung dengan kalian!

DARMAWAN (duduk kembali)
Ya, kita terpaksa memikirkannya

SLAMET AKAN MENUTUP JENDELA, TETAPI DARI ARAH LAIN MUNCUL LAGI BADAK-BADAK MENGELILINGI BANGUNAN ITU. DIBUKANYA LAGI JENDELA DAN BERSERU

SLAMET
Tidak, aku tak akan bergabung dengan kalian!

DARMAWAN (sendiri)
Mereka berkeliling mengitari gedung ini. Mereka bermain-main! Seperti bayi-bayi raksaa!

(Nampak dewi mengetuk pintu slamet. Ia membawa keranjang)

Ada orang di luar Slamet!

SLAMET (memaki maki)
Memalukan ! menyamar begitu, memalukan!

DARMAWAN
Ada yang mengetuk pintu, Slamet. Dengar tidak?

SLAMET
Kaulah! Bukakan saja.

IAMENGAWASI BADAK-BADAK YANG MENJAUH. DARMAWAN MEMBUKA PINTU

DEWI
Selamat pagi kak Darmawan.

DARMAWAN
Ooo kau, Dewi.

DEWI
Kak Slamet ada? Sudah sembuhkah?

DARMAWAN
Aku gembira bisa bertemu dengan kau. Sering mengunjungi Salmet?

DEWI
Mana dia?

DARMAWAN
Tuh.

DEWI
Ia sendiri saja? Kasihan. Dan kesehatannya akhir-akhir ini kurang baik. Ia memerlukan bantuan seseorang.

DARMAWAN
Kau benar-benar seorang sahabat, Dewi.

DEWI
Aku tak lebih dari seorang sahabat yang ingin setia.

DARMAWAN
Hatimu pengasih.

DEWI
Aku hanya sahabat yang setia saja.

SLAMET (Membalik)
Ooo Dewi… Kau terlalu baik datang ke sini, terlalu baik.

DARMAWAN
Lebih dari baik.

SLAMET
Kau sudah tahu, Dewi, Sarjana Muda itu kini seekor badak?

DEWI
Sudah tahu. Aku melihat dia tadi di jalan ketika aku mau masuk. Ia bisa lari cepat sekali! Kau sudah agak sembuh kak Slamaet?

SLAMET
Kepalaku masih sakit, berdenyut-denyut ! kadang-kadang aku takut… Bagaimana menurut kau?

DEWI
Aku anjurkan kau banyak berbaring. Istirahatlah dengan tenang untuk beberapa hari.

DARMAWAN
Kuharap aku tidak mengganggu kalian.

SLAMET (Kepada Dewi)
Maksudku tentang Sarjana Muda itu…

DEWI
Menggangu apa?

(Kepada Slamet)

Ooo tentang sarjana muda itu? Aku tak punya komentar apa-apa.

DARMAWAN
Mungkin aku menyusahkan.

DEWI (Kepada Slamet)
Habis apa yang mesti kupikirkan?

(Kepada Keduanya)

Aku punya kabar untuk kalian. Surahman sudah menjadi badak!

DARMAWAN
Begitukah?

SLAMET
Aku tak percaya. Ia tidak menyetujuinya. Kau pasti keliru. Ia jutru protes terhadap itu. Darmawan baru saja ceritera tentang dia. Begitu bukan Darmawan?

DARMAWAN
Memang.

DEWI
Aku tahu ia menentangnya. Meskipun begitu tak dapat dicegah ia merubah diri, 24 jam setelah pak Entung.

DARMAWAN
Rupanya ia berubah pikiran. Setiap orang berhak atas itu.

SLAMET
Dengan begitu apapun bisa terjadi?

DARMAWAN (Kepada Slamet)
Baru saja kau berkata, ia seorang yang patut dihargai.

SLAMET (Kepada Dewi)
Aku tak percaya. Mungkin mereka membohongi aku.

DEWI
Aku menyaksikan sendiri.

SLAMET
Kalau begitu ia mengelabuhi kau. Ia Cuma pura-pura di depanmu.

DEWI
Agaknya ia berubah dengan rela.

SLAMET
Apa ia mengemukakan alasan?

DEWI
Ia mengatakan, kita harus memenuhi tuntutan jaman! Itulah kata-
katanya yang terakhir sebagai manusia.

DARMAWAN
Aku sudah menduga akan menjumpai kau di sini, Dewi.

SLAMET
Memenuhi tuntutan jaman! Mental Bejat!

DARMAWAN (Kepada Dewi)
Di mana lagi bisa kujumpai, sebab kantor sudah tutup.

SLAMET (Kepada Irinya Sendiri)
Seperti anak kecil!
DEWI
Kalau kau ingin bertemu dengan aku, kau udah tahu alamatku.

DARMAWAN
Kau kan tahu Dewi, itu kurang pantas.

SLAMET
Tapi kalau kufikir kembali, perbuatan Surahman tidak mengherankan. Tekadnya itu Cuma lagaknya di luar saja yang tidak menutup kemungkinan bahwa ia orang baik. Orang baik-
baik jadi badak baik-baik. Sayang sekali…

DEWI
Bolehkah keranjang ini aku simpan di meja?

SLAMET
Tapi ia orang baik yang penuh kedengkian.

DARMAWAN (Menuju Dewi, Membantu Menaruh Keranjang Di Meja)
Maafkan aku, maafkan kami berdua. Seharusnya dari tadi kami membantu kau.

SLAMET
Ia dikuasai oleh kebencian terhadap atasan-atasannya. Dan ia
punya perasan rendah diri.

DARMAWAN (Kepada Slamet)
Argumentasimu tidak berlaku, sebb kini iameniru majikannya. Ia justru alat dari orang-orang yang menghisapnya. Agaknya persoalan dengan dia merupakan kemenangan jiwa gotong royong atas dorongan-dorongan anarki.

SLAMET
BAdaklah yang anarkis karena merekamerupakan minoritas.

DARMAWAN
Memang benar… untuksementara ini.

DEWI
Yang kau katakana minorotas itu cukup besar jumlahnya, dan terus bertambah besar. Keponakanku sudah jadi badak, juga isterinya. Belum lagi para pemimpin kita.

SLAMET
Orang-orang yang kita percaya.

DEWI
Dan banyak lagi yang lainnya. Banyak sekali. di kota ini sudah sepertiga penduduk…

SLAMET
Kita masih merupakan mayoritas. Kita harus menggunakan kesempatan sebelum kita terdesak.

DARMAWAN
Mereka sangat berpengaruh.

DEWI
Oh, mari kita makan dulu. Aku bawa makanan.

SLAMET
Kau terlalu baik dik Dewi.

DARMAWAN (Kesamping)
Terlalu baik, memang.

SLAMET
Aku berhutang budi.

DEWI (Kepada Darmawan)
Kau makan bersama kami?

DARMAWAN
Aku tak mau menyusahkan kalian.

DEWI
Apa maksudmu kak Darmawan? Kau tahu bahwa kami ingin kau
tinggal di sini.

DARMAWAN
Aku tak mau merusak suasana.

SLAMET
Tentu kau akan tinggal di sini Darmawan. Kita bisa ngobrol terus.

DARMAWAN
Sebetulnya waktuku terbatas. Masih ada urusan lagi.

SLAMET
Tadi kau bilang, kau tak punya acara.

DEWI (Mengeluarkan Isi Keranjang)
Saat ini susah sekali mendapatkan makanan. Toko-toko sebagian besar tutup, pasar-
pasar kosong. Di luar pintu mereka memasang tulisan “ Tutup, berhubung ganti rupa”

SLAMET
Mereka perlu digiring ke suatu padang yang trepagar, dan diawasi secara kusus.

DARMAWAN
Bicara memang mudah. Kau akan diprotes oleh panitia pelindung hewan.

DEWI
Dan jangan lupa bahwa setiap orang mempunyai keluarga dekat atau teman baik. Jadi akan lebih sukar lagi.

SLAMET
Jadi semua orang tersangkut.

DARMAWAN
Semua senasib sepenanggungan!

SLAMET
Tapi betapa mungkin manusia itu badak? Ini diluar akal waras!

(Kepada Dewi)

Kubantu kau membereskan meja.

DEWI
Biarlah, aku sudah tahu dimana tempat piring-piring

MENGELUARKAN ALAT MAKAN DARI LEMARI KECIL

DARMAWAN (Kesamping)
Ia sudah mengenal baik tempat ini.

DEWI
Aku sediakan tiga piring – kau tinggal dengan kami di sini?

SLAMET
Tentu saja.

DEWI (Kepada Slamet)
Lambat laun kita akan binasa. Tak akan ada orang yang heran melihat sekelompok badak berkejaran di jalan. Orang akan menyingkir memberi tempat, lalu melanjutklan perjalanan seperti tak ada apa-apa.

DARMAWAN
Cara menghadapi yang paling bijak.

SLAMET
Tapi aku tidak bisa membiasakan diri.

DARMAWAN (Merenung)
Apa salahnya kalau kita maemberi kesempatan
sebagai percobaan?

DEWI
Sekarang, mari kita makan dulu.

SLAMET
Aku tak bisa mengerti mengapa seorang ahli hukum seperti kau bisa…

(Huru Hara Badak Yang Berlari Cepat Di Luar, Terdengar Bunyi Terompet Dan Genderang)

Ada apa?

(Mereka Lari Ke Jendela)

Apa itu?

(Terdengar Dinding Ambruk Di Luar, Debu Memenuhi Jendela Menutupi Ketiga Orang Tadi)

Aku tak dapat melihat. Apa yang terjadi?

DARMAWAN
Melihat memang tidak bisa, tapi mendengar bisa, kan?

SLAMET
Apa gunanya?

DEWI
Piring dan makan tertutup debu.

SLAMET
Tidak sehat!

DEWI
Kita segera makan saja dulu. Tak usah hiraukan mereka!

DEBU MULAI BERKURANG

SLAMET
Mereka mendobrak dinding Pemadam Kebakaran!

DARMAWAN
Betul juga, mereka telah mendobraknya.

DEWI
Mereka keluar dari puing!

SLAMET
Regu Pemadam Kebakaran, sekompi badak-badak, dengan
drumband di depan mereka!

DEWI
Mereka berpawai di jalanan!

SLAMET
Ini sudah keterlaluan, lebih dari keterlaluan!

DEWI
Banyak lagi badak-badak keluar dari gedung-gedung!

SLAMET
Dari rumah-rumah.....

DARMAWAN
Bahkan dari jendela juga.

DEWI
Mereka bergabung satu sama lain.

DARMAWAN
Dari jenis kita sudah sedikit sekali yang tersisa.

SLAMET
Berapa jumlah yang bercula satu dan berapa yang bercula dua?

DARMAWAN
Mungkin ahli statistic sedang menyusunnya saat ini.

SLAMET
Mereka hannya dapat memperkirakan jumlahnya. Begitu cepat perkembangannya, mereka akan kekurangan waktu untuk menghitung!

DEWI
Ayo makan dulu. Demi ketenanganmu. Setelah perut terisi tenaga bertambah.

(Kepada Darmawan)

Kau juga.

MEREKA MENJAUH DARI JENDELA, DEWI MEMEGANG LENGAN SLAMET. TIBA-TIBA DARMAWAN TERHENTI

DARMAWAN
Aku tidak lapar – atau terus terang, aku tidak suka makanan yang di masak. Aku ingin makan di luar, di atas rumput.

SLAMET
Jangan, terlalu sembrono.
DARMAWAN
Tapi sungguh… aku ingin makan di luar.

SLAMET
Sudah kukatakan bahwa…

DARMAWAN (Memotong)
Percayalah.

DEWI
Kalau kau sungguh-sungguh, kami tak bisa menahan kau di sini.

DARMAWAN
Aku tak bermaksud menyinggung perasaanmu.

SLAMET
Jangan ijinkan dia pergi.

DEWI
Aku ingin dia tinggal di sini, tapi dia bebas berbuat sesuka hatinya.

SLAMET
Manusia lebih luhur dari pada badak….!

DARMAWAN
Aku tak pernah menyangkal, tapi bukan berarti aku setuju dengan kau.

SLAMET
Kau mulai goyah Darmawan. Ini hanya sementara, jangan sampai kau menyesal nanti.

DEWI
Kalau ini hanya sementara, maka bahayanya tidak besar.

DARMAWAN
Aku punya prinsip. Adalah tugasku untuk setia pada majikan dan teman-temanku, dalam suka maupun duka. Selamat tinggal perkawinan. Aku memenuhi tugas.

SLAMET
Tidak, kau keliru. Kau tak insaf di mana tugasmu sebenarnya. Tugas mu ialah menentang mereka dengan tegas dan waras.

DARMAWAN
Akalku akn kupertahankan warasnya

(Ia Mulai Berputar Putar Mengelilingi Panggung)

Waras seperti sediakala. Tapi aku takkan meninggalkan mereka.

DEWI
Ia sangat berbudi.

SLAMET
Terlalu berbudi

(Melompat Ke Arah Pintu, Berkata Pada Darmawan)

Kau keliru

(Pada Dewi)

Jangan bolehkan dia pergi. Ia akan membuiat kesalahan.

DEWI
Dapatkah aku menahannya?

DARMAWAN LARI KE PINTU DAN KELUAR DENGAN CEPAT, DISUSUL OLEH SLAMET SAMPAI PINTU

SLAMET
Kembali , Darmawan, jangan pergi! Terlambat

(Masuk Kembali)

Terlambat .

DEWI
Ini di luar kemampuan kita

MENUTUP PINTU, SLAMAET TELAH LARI KE JENDELA

SLAMET
Ia telah bergabung dengan mereka, mana dia?

DEWI (Mendekati Jendela)
Bersama mereka.

SLAMET
Yang mana dia?

DEWI
Tak dapat di kenal, tak dapat di bedakan dari yang lain.

SLAMET
Mereka mirip satu sama lain, mirip semua. Kau seharusnya menahan dia, sekalipun dengan kekerasan.

DEWI
Aku tak berani.

SLAMET
Kau mestinya lebih tega kepadanya. Ia menaruh hati padamu bukan?

DEWI
Ia tak pernah mengatakan terus terang.

SLAMET
Setiap orang tahu. Kini ia berbuat nekad karena cintanya ditolak. Ia ingin berbuat sesuatu agar dikagumi olehmu. Apa kau tak berhasrat untuk mengejarnya?

DEWI
Sama sekali tidak.

SLAMET (Melihat Keluar Jendela)
Mereka melulu yang kelihatan di jalanan, dari ujung ke ujung. Sejauh mataku dapat
melihat tak satupun manusia yang tampak. Mereka memenuhi jalan-jalan, sebagian bercula satu sebagian lagi bercula dua. Hanya itu perbedaan yang ada.

(Huru Hara Maha Dahsyat Dari Badak Yang Bergerak Terdengar, Namun Terasa Seperti Musik. Pada Dinding Belakang Muncul Kepala-Kepala Badak Lalu Menghilang Kembali. Kepala Ini Bertambah Banyak Ampai Bagian Belakang Panggung Penuh)

Kau kan tidak merasa ditinggalkan Dewi, aku kira kau tak akan pernah lagi bisa jatuh cinta.

IA MEMBELAI TANGAN DEWI DAN MEMEGANGNYA

DEWI
Tak ada yang mustahil bukan?

SLAMET
Aku inginmembuat kau bahagia. Apakah kau bahagia bersamaku?

DEWI
Mengapa tidak? Kalau kau bahagia, akupun bahagia. Katamu kau tak takut apa-apa, tapi apakah yang akan terjadi pada kita?

SLAMET (Gugup)
Cintaku… bolehkah kau kucium? Tak pernah kuimpikan perasaan semegah ini.

DEWI
Kau harus lebih tenang, lebih yakin akan dirimu di saat ini.

SLAMET
Aku tenang dan yakin, bolehkah kau kucium?

DEWI
Aku lelah sekali. tenang dan istirahatlah. Duduk di kursi.

SLAMET DIBIMBING DEWI, DUDUK DI KURSI

SLAMET
Dengan penyelesaian terakhir apakah faedahnya Darmawan bertengkar dengan Surahman.

DEWI
Tak usah memikirkan lagi Darmawan. Aku di sini bersamamu. Kita tak berhak mencampuri kehidupan orang lain.

SLAMET
Tapi kau turut campur dalam hidupku. Kau bisa tegas terhadapku.

DEWI
Tentu saja berbeda, aku tak pernah mencintai Darmawan.

SLAMET
Ya, aku mengerti. Sekiranya ia tinggal bersama kita, ia akan merupakan rintangan bagi kita. Ah, kebahagiaan begitu egoistis

DEWI
Bukankah kebahagiaan mesti diperebutkan?

SLAMET
Aku mengagumi kau Dewi, aku juga memujamu.

DEWI
Mungkin akan lain setelah kau mengenal aku lebih baik.

SLAMET
Semakin kukenal kau, semakin sempurna kau. Kau begitu cantik, begitu cantik…

(Terdengar Badak Lewat)

Apalagi kalau dibandingkan dengan mereka. Barangkali ucapanku tidak seperti pujian, tapi sungguh, mereka membuat kau jauh lebih cantik.

DEWI
Kau tidak minum hari ini bukan?

SLAMET
Aku berkelakuan baik.

DEWI
Tidak bohong?

SLAMET
Sungguh, aku tidak bohong.

DEWI
Dapat dipercaya?

SLAMET (Agak Gugup)
Kau harus percaya padaku.

DEWI
Baiklah, kau boleh minum segelas kecil. Untuk memberi semangat.

(Slamet Berdiri Tiba-Tiba)

Diamlah ditempatmu. Mana botol itu?

SLAMET
Di atas meja kecil itu.

DEWI (Menuju Meja)
Kau menyimpannya di tempat tersembunyi.

SLAMET
Supaya aku tidak tergoda.

DEWI (Menuang Dalam Gelas Kecil)
Kau telah mencapai kemajuan.

SLAMET
Dengan adanya kau di sini aku bertambah maju.

DEWI (Menyerahkan Gelas)
Ini untukmu. Sebagai hadiah.

SLAMET (Menguk Habis)
Terima kasih

IA MENGACUNGKAN GELAS KOSONGNYA KEPADA DEWI

DEWI
Tidak sayang, sudah cukup untuk pagi ini, aku tak mau kau sakit
lagi karenanya

(Menyimpan Gelas Dan Mendekati Slamet)

Bagaimana kepalamu sekarang?

SLAMET
Jauh lebih baik.

DEWI
Kita buka saja balutnya. Tidak pantas kelihatannya.

SLAMET
Oooo jangan, jangan sentuh!

DEWI
Percuma, buka saja…

SLAMET
Aku takut ada sesuatu di bawahnya.

DEWI (Memaksa Membuka Balut Itu)
Kau ini selalu ketakutan, membayangkan hal buruk akan terjadi. Tak ada apa-apa di kepalamu, lihat sendiri. Dahimu licin seperti bayi.

SLAMET (Meraba-Raba Dahinya)
Kau benar,kau membebakan aku dari ketakutan. Apa yang bisa kuperbuat tanpa kau?

DEWI
Kau tak boleh tinggal sendirian lagi.

SLAMET
Aku tak kan takut lagi kalau kau bersamaku.

DEWI
Akan kujauhkan mereka semua dari kau.

SLAMET
Kita akan bersama-sama membaca buku-buku. Aku akan jadi pintar.

DEWI
Dan kalau di luar sedang sepi, kita akan berjalan-jalan jauh.

SLAMET
Ya, ke pinggir sungai, taman taman umum.

DEWI
Ke kebun binatang….

SLAMET
Aku akan menjadi pemberani, aku akan melindungi kau dari segala bahaya.

DEWI
Kau tak perlu membela aku, kita tak akan menyakiti siapapun. Dan tak akan seorangpun yang berniat jahat kepada kita.

SLAMET
Mungkin suatu saat kita menyakiti orang tanpa sadar, maksudku… kita sering berbuat sesuatu tanpa berfikir jauh. Aku tahu kau kurang senang pada pak Entung – tapi ada baiknya kau tidak terlalu keras dalam kata-katamu ketika Tigor menjadi badak itu. Kau tak usah mencaci dia berlaku lancang.

DEWI
Tapi betul, ia bertangan lancang.

SLAMET
Aku tahu bahwa betul, sayang. Tapi kau bisa mengatakannya dengan lebih lunak, tanpa menyinggung perasaannya. Mungkin kau sebenarnya mampu menyelamatkan dia.

DEWI
Mana aku tahu apa yang kemudian menimpa dia. Kelakuannya
memang lancing.

SLAMET
Akupun tak dapat memafkan diriku karena tak sabar pada Arifin. Aku tak pernah berhasil membuktikan rasa persahabatanku dengannya, kami tidak pernah saling mengerti.

DEWI
Tak usah dipikirkan. Kau sudah berusaha semampumu, apa gunanya kau menyesal sekarang. Lupakan saja, kau harus menghapus kenangan buruk itu.

SLAMET
Tapi ingatan itu selalu kembali lagi.

DEWI
Kau seorang realis, ku kira kau berjia penyair. Mana daya ciptamu? Kenyataan mempunyai banyak segi, pilihlah segi yang terbaik untukmu.

SLAMET
Mudah saja kau berkata begitu.

DEWI
Apa aku belum cukup untukmu?

SLAMET
Oh ya, lebih dari cukup.

DEWI
Kau akan merusak segalanya kalau kau selalu menyiksa dirimu begitu. Setiap orang punya kesalahan, tapi bagi kita belumlah sebanyak orang lain.

SLAMET
Betulkah begitu?

DEWI
Kita lebih baik dari kebanyakan orang, kita berdua…

SLAMET
Benar, kita berdua baik, benar.

DEWI
Kita berhak hidup, kita bahkan belum menunaikan tugas untuk bahagia.

SLAMET
Kau benar,kaulah seluruh kebahagiaanku, cahaya hidupku. Tak seorangpun bisa memisahkan kita , sungguh, tak seorangpun bukan?

(Ada Tilpun Dari Tingkat Bawah)

Ada yang menilpon di bawah.

DEWI (TAKUT)
Jangan jawab.

SLAMET
Mengapa jangan?

DEWI
Entahlah, aku rasa lebih baik jangan.

SLAMET
Mungkin dari pak Entung, Arifin, Surahman atau Darmawan, untuk mengatakan bahwa mereka sudah berubah pikiran. Kau sendiri bilang bahwa ini hanya sementara.

DEWI
Aku kira tidak. Mereka tak akan merubah pikiran begitu cepat, mereka belum lagi sempat merenungkannya, mereka membutuhkan masa percobaan.

SLAMET
Mungkin ada panggilan darurat lewat tilpun yang menyerukan bantuan kita dengan petunjuk mereka

(Ia Membuka Pintu)

Pastilah panggilan darurat, deringnya terus menerus

(Ia Ke Bawah, Terdengar Suaranya: Hallo Lalu Jawaban Terompet Binatang Dari Tilpon. Slamet Lari Masuk Kembali, Dewi Tertegun)

Kau dengar tadi? Bunyi hewan di tilpon

DEWI (Takut)
Apa maksudnya?

SLAMET
Mereka mulai mempermainkan kita.

DEWI
Sama sekali tak lucu.

SLAMET
Seperti telah kuramalkan.

DEWI
Kau tak pernah meramalkan.

SLAMET
Sudah kuduga akan begini jadinya.

DEWI
Kau tak pernah meramalkan. Kau hanya meramalkan hal yang sudah terjadi.

SLAMET
Aku cukup pandai meramalkan apa yang akan terjadi.

DEWI
Sama sekali tak lucu. Aku tak sudi dipermainkan.

SLAMET
Mereka tak kan berani mempermainkan kau. Akulah yang mereka permainkan.

DEWI
Termasuk aku juga, karena aku bersama kau. Mereka mau balas dendam. Apa salah kita terhadap mereka?

(Dering Tilpon Lagi)

Putuskan saja kabelnya.

SLAMET
Itu dilarang oleh postel.

DEWI
Kau selalu takut untuk bertindak. Katanya kau sanggup membela aku mati-matian.

SLAMET (Melompat Ke Radio)
Kita pasang radio untuk siaran warta berita dari puat.

DEWI
Ya, kita perlu mengetahui perkembangan terakhir

(Slamet Menyetel Radio, Tapi Yang Terdengar Suara Hewan, Ia Segera Mematikannya Lagi)

Mereka sekarang sudah tidak main-main lagi. Terus terang, aku cemas.

SLAMET (Gelisah)
Tenangkan dirimu. Tenangkan dirimu!

DEWI
Studio penyiaran radio sudaj mereka ambil alih.

SLAMET (Gemetar)
Tenag, tenang!

(DEWI LARI KE PINTU LALU KE JENDELA MELIHAT KE LUAR, SLAMAET BERBUAT YANG SEBALIKNYA, AKHIRNYA MEREKA BERTEMU DI TENGAH RUANGAN, BERHADAPAN)

DEWI
Bukan lelucon lagi. Mereka sudah berkuasa.

SLAMET
Hanya mereka yang ada sekarang, tak ada siapa-siapa selain mereka.

DEWI
Tak ada manusia lagi di dunia.

SLAMET
Kita sendiri, kita ditinggalkan sebatang kara.

DEWI
Seprti yang kau idam-idamkan.!

SLAMET
Kaulah yang mengidamkan!

DEWI
Kaulah!

SLAMET
Kau !

HURU HARA DARI LUAR. KEPALA BADAK MEMENUHI DINDING BELAKANG. BUNYI YANG BISING SEMACAM MUSIK BERIRAMA. SUARA PALING KERAS
DATANG DARI ATASCSEPERTI KAKI KAI BERJINGKRAK, RUMAH SEPERTI DILANDA GEMPA BUMI

DEWI
Bumi bergetar!

(IA TAK TAHU HARUS LARI KEMANA)

SLAMET
Bukan, tetangga-tetangga kita, para bapak dan ibu badak

(Ia Mengancam Lagi Dengan Tinjunya Ke Kiri,Kanan, Atas)

Hentikan ! kalian membuat kami tak dapat bekerja. Dilarang membuat huru hara di sini! Dilarang bearisik.

DEWI
Mana mau mereka mendengar suaramu

NAMUN HURU HARA BERKURANG JUGA SAMPAI HANYA MERUPAKAN IRINGAN BERIRAMA DI LATAR BELAKANG

SLAMET (Ketakutan)
Jangan takut, sayang, kita bersama-sama. Kau bahagia dengan aku bukan? Aku berada di sini dengan kau, bukan? Akan kuusir segala ketakutanmu lintang pukang.

DEWI
Mungkin juga kita bersalah.

SLAMET
Jangan pikirkan lagi. Jangan kita mulai dengan penyesalan. Akan berbahaya. Kita mesti menunaikan hidup kita, dan berbahagia. Kita berhak ata kebahagiaan. Mereka tidak keji, dan kita tidak mengganggu mereka. Mereka akan membiarkan kita dalam kedamaian. Tenangkan dirimu dan beristirahatlah. Duduk di kursi

(Ia Membimbing Ke Kursi)

Tenangkan saja

(Dewi Duduk Di Kursi)

Kau mau minum seteguk untuk menguatkan?

DEWI
Aku sakit kepala.

SLAMET (Mengambil Balutnya Dan Dibalutkan Ke
Kepala Dewi)
Tak usah kuatir sayang, ini hanya babak sementara. Mereka akan menggulanginya.

DEWI
Mereka tak kan mampu menanggulanginya. Mereka badak selama-lamanya.

SLAMET
aku cinta padamu, sayang. Aku edan karena cinta.

DEWI (Membuka Balutnya)
Biarlah nasib menetukan jalannya. Kita tak bisa berbuat apa-apa.

SLAMET
Mereka sudah jadi gila. Dunia udah sakit. Mereka semua sakit.

DEWI
Bukan kita yang bisa menyembuhkan mereka.

SLAMET
Bagaimana kita tahan hidup serumah dengan mereka?

DEWI (Menenangkan Diri)
Kita harus tetap waras. Kita harus menyesuaikan diri dan belajar hidup di tengah-tengah mereka.

SLAMET
Mereka tidak mengerti kita.

DEWI
Mereka harus. Tak ada jalan lain.

SLAMET
Apa kau mengerti mereka?

DEWI
Belum, tapi kita coba memahami mereka, dan mempelajari bahasa mereka.

SLAMET
Mereka tak punya bahasa! Dengarkan saja… kau namakan itu bahasa

DEWI
Mana kau tahu. Kau bukan ahli bahasa.

SLAMET
Kita lanjutkan nanti saja. Kita perlu makan siang dulu. 140

DEWI
Aku tidak lapar lagi. Bebanku terlalu banyak. Aku takkan tahan
lama.

SLAMET
Tapi kaulah yang kuat iman. Kau takkan membiarkan dirimu dikalahkan begitu saja. Justru keberanianmu yang begitu kukagumi.

DEWI
Sudah kudengar tadi.

SLAMET
Apa kau yakin akan cintaku?

DEWI
Ya, tentu.

SLAMET
Aku begitu cinta padamu.

DEWI
Dari tadi kau berkata itu itu juga.

SLAMET
Dengarlah Dewi, ada sesuatu yang bisa kita lakukan. Kita akan punya anak banyak dan anak-anak kita akan punya anak-anak juga. Memang memakan waktu, tapi kita turun temurunkan kembali bangsa manusia.

DEWI
Turun temurunkan lagi bangsa manusia?

SLAMET
Itu sudah pernah terjadi.

DEWI
Di masa silam, Adam dan Hawa. Keberanian mereka sungguh luar biasa.

SLAMET
Maka kitapun harus berani. Takusah dengan syarat luar biasa. Melalui waktu dan kesabaran yang cukup akan terlaksana dengan sendirinya.

DEWI
Apa gunanya? Aku tak mau punya anak, menjemukan!

SLAMET
Bagaimana bisa kita selamatkan dunia, kalau kau tak mau punya anak?

DEWI
Mengapa dunia mesti di selamatkan?

SLAMET
Jangan bicara begitu.lakukanlah untukku, Dewi. Mari kita
selamatkan dunia.

DEWI
Mungkin justru kita yang perlu di selamatkan. Barangkali kitalah yang tidak pada tempatnya di dunia ini.

SLAMET
Kau bukan dirimu, Dewi. Agaknya kau kena demam sedikit.

DEWI
Tak ada lagi dari jenis kita dimana-mana, bukan?

SLAMET
Dewi, kau kularang bicara begitu!

DEWI (Melihat Kepala-Kepala Badak Di Sekitarnya)
Itulah manusia yang sebenarnya. Lihat betapa mereka berbahagia. Mereka puas dengan keadaan mereka, mereka tidak seperti gila. Mereka kelihatan wajar sekali.

SLAMET (Mengatupkan Kedua Tangannya,Memohon Kepada Dewi)
Kitalah yang benar dalam perbuatan kita, Dewi. Aku jamin kau.

DEWI
Aku tak mengira kau sombong.

SLAMET
Kau tahu aku benar.

DEWI
Kebenaran tidak mutlak. Dunialah yang benar, bukan kau dan aku.

SLAMET
Tapi aku benar, Dewi, dan sebagai buktinya, kau mengerti kalau aku bicara padamu.

DEWI
Apa yang dibuktikan?

SLAMET
Bukti bahwa aku cinta padamu, dengan segala kemampuan
seorang laki-laki untuk mencintai seorang wanita.

DEWI
Bicaramu tak karuan.

SLAMET
Aku tak dapat memahami kau lagi, Dewi. Kau tak mengerti apa
yang kau lontarkan. Ingatlah akan cinta kita, cinta kita…

DEWI
Aku malu oleh apa yang kanamakan cinta. Perasaan sera mini… kelemahan laki-laki….. Dan sama saja kelemahan wanita. Kalah dalam perbandingan dengan kobaran tenaga raksaa yang
terpancar dari makhluk-makhluk di sekitar kita.

SLAMET
Tenaga! Kau menginginkan tenaga? Akan kuberi kau tenaga!

DITAMPARNYA DEWI

DEWI
Oooo, aku tidak percaya bahwa ini mungkin

(IA DUDUK LESU DI KURSI

SLAMET
O, Ampuni aku Dewi, ampunilah aku

( Ia Hendak Memeluk, Tapi Dewi Mengelak)

Ampuni aku, bukan maksudku begitu. Aku tak tahu apa yang terjadi pada diriku, mengapa aku tak menguasai lagi diriku?

DEWI
Karena kau sudah kehabisan bahan, karena itu.

SLAMET
O, celaka, dalam waktu beberapa menit saja kita telah mengalami kehidupan suami isteri sepanjang 25 tahun.

DEWI
Aku merasa kasihan kepadamu. Aku mengerti kau… 143

SLAMET (Sementara Dewi Menangis)
Mungkin benar aku sudah
kehabisan bahan. Kau anggap mereka lebih kuat dari aku, lebih
kuat dari kita. Boleh jadi mereka lebih kuat.

DEWI
Mereka lebih kuat.

SLAMET
Tapi bagaimanapun juga, aku sumpah padamu bahwa aku tidak mau mengalah, tidak!

DEWI (Berdiri Meletakkan Tangan Di Bahu Slamet)
Kekasihku yang malang, akan kubantu kau dalam pertahananmu -- sampai saat terakhir.

SLAMET
Apakah kau betul-betul siap untuk itu.

DEWI
Aku janji padamu. Percayalah

(Huru Hara Badak Berlagu)

Dengarlah mereka menyanyi.

SLAMET
Mereka bukan menyanyi, mereka mengaum

DEWI
Mereka menyanyi.

SLAMET
Mereka mengaum. Dengarlah baik baik.

DEWI
Kau gila, mereka menyanyi.

SLAMET
Kalau begitu kau kurang tahu seni musik.

DEWI
Kau sama sekali tidak tahu tentang muik, kasihan… Dan perhatikanlah, mereka juga baermain, dan menari-nari.

SLAMET
Kau anggap itu menari?

DEWI
Itu tarian mereka. Mereka cantik!

SLAMET
Mereka memuakkan!

DEWI
Jangan mengatakan hal-hal yang uruk tentang mereka. Aku jadi tidak enak.

SLAMET
Maaf. Kita tak usah bertengkar karena mereka.

DEWI
Mereka seperti dewa-dewi.

SLAMET
Kau sudah keterlaluan Dewi. Perhatikanlah mereka dengan teliti.

DEWI
Jangan iri hati sayang

(IA MENDEKATI SLAMAET HENDAK MEMELUK, KINI SLAMAET YANG MENGELAK)

SLAMET
Jelaslah bahwapendirian kita berlawanan. Lebih baik kita tak memperbincangkan soal ini.

DEWI
Marah tanpa alasan.

SLAMET
Jangan berlaku bodoh, Dewi.

MEMBELAKANGI DEWI, MENGHADAP CERMIN

DEWI
Sudah tak mungkin lagi kita hidup bersama-sama

(Diam Diam Mendekati Pintu)

Ia tidak terlalu menarik, sesungguhnyalah. Apa yang menarik padanya?

KELUAR DAN PERLAHAN TURUN

SLAMET (Masih Menghadap Cermin)
Manusia tidak terlalu jelek sebetulnya. Padahal aku bukanlah tokoh yang ganteng.
Percayalah, Dewi.

(Membalik)

Dewi, Dewi, Kembali! Jangan berbuat begitu padaku.

(Lari Ke Pintu)

Dewi, Dewi, kembali! Jangan tinggalkan aku sendiri ingatlah janjimu , Dewi…

(Ia Berhenti Memanggil, Dengan Putus Asa Kembali Masuk Ke Kamar)

Tak bisa di sangkal lagi bahwa kita tak cocok satu sam lain. Rumah tangga telah
berantakan, tidak bisa berlangsung. Tapi ia tak perlu pergi dengan cara begitu, tanpa penjelasan apa-apa

(Melihat Ke Sekitar)

Suratpun tak ia tinggalkan, seperti tak pernah kenal pendidikan. Sekarang aku sendirin

(Ia Mengunci Pintu Dengan Marah, Menutup Jendela Dengan Hati-
Hati)

Mereka tak akan mudah mendapatkan aku, jangan kira kalian akan memperoleh diriku. Aku takkan bergabung dengan kalian. Aku akan tetap aku. Aku manusia. seorang manusia.

(Duduk Di Kursi)

Keadaan ini tak tertanggungkan. Salahku mengapa Dewi sampai pergi. Bagaimana nasibnya sekarang? Makhluk mungil dalam dunia iblis! Tak seorangpun akan membantu aku untuk mencarinya, tak eorangpun,karena tak ada lagi orang.

(Gelombang Baru, Terompet Badak, Debu)

Aku tak tahan mendengar huru hara yang mereka timbulkan, aku musti menutup lubang telingaku dengan kapas

(Menyumpal Telinganya Dengan Kapas, Lalu Menghadap Cermin)

Satu-satunya jalan ialah meyakinkan mereka – meyakinkan apa? Dapatkah mereka berubah kembali ke asal mereka? Itulah yang perlu akuketahui. Mungkinkah badak menjadi manusia kembali? Setidaknya untuk meyakinkan mereka, aku perlu bicara dengan mereka, untuk itu aku harus mempelajari bahasa mereka, atau mereka belajar bahasaku.

(Ke Tengah Ruangan)

Bagaimana kalau benar apa yang dikatakan Dewi bahwa merekalah yang benar

(Kembali Ke Depan Cermin)

Manusia tidak jelek untuk di pandang, sama sekali tidak jelek

(Mengusap Wajahnya)

Lucu benar bayangan dalam cermin itu, seperti apa rupaku, seperti apa?

(Ia Membuka Laci Mengeluarkan Potert, Di Pandangnya Satu Satu)

Potret siapa ini? Pak Entung atu Dewi? Apakah ini Surahman, Darmawan. Arifin atau aku sendiri. Ah, inilah aku, inilah aku

(Digantungnya Potret Itu, Lalu Dipandangnya)

Itulah aku… aku tidak tampan, jelek

(Dicabutnya Lagi Potret Itu Dilemparkannya Ke Lantai Dengan Marah Lalu Menghadap Kembali Ke Cermin)

Aku keliru, Oooo betapa aku menginginkan bentuk itu, aku sama sekali tak punya cula, lebih
dari celaka dahi licin yang begitu jelek untuk dilihat. Aku membutuhkan satu atau dua cula supaya kulitku yang sudah kendor kembali kencang. Kalau tumbuh cula satu, aku tak usah
malu lagi bergabung dengan mereka. Tapi padaku takkan tumbuh cula

(Ia Memandang Telapak Tangannya)

Tanganku halu – oo mengapa tak bisa kasar?!!

(Dibukanya Kancing Bajunya Dipandangnya Kulit Dadanya I Cermin)

Kulitku begitu loyo, mengapa tidak menjadi tebal, keras dengan warna ungu yang sedap – kulit telanjang yang sopan untuk dilihat.

(Ia Mendengarkan Terompet Badak)

Nyanyian mereka merdu, sedikit binal, tapi menggiurkan. Akupun ingin bisa !

(Mencoba Menirukan)

Ah, bbrrr… tidak, bukan begitu, terlalu lemah, tanpa semangat ! sekali lagi,lebih keras, akhhh, bbrrrr, tidak, bukan begitu! Aku belum seperti mereka, aku baru meraung.
Nyata benar bedanya. ,meraung dengan suara terompet mereka. Aku menyesal, aku menyesal sejak semula tidak bergabung dengan mereka selagi ada kesempatan. Sekarang sudah
terlambat, sekarang aku tak mungkin lagi jadi badak, tak mungkin lagi! Sudah kadaluwarsa. Aku ingin dengan sepenuh hati, tapi aku tak bisa, oh, aku tak tahan memandang diriku lagi,
aku malu melihatnya

(Membelakangi Cermin)

Orang yang mempertahankan kepribadiannya selalu celaka pada akhirnya

(Tiba-Tiba Ia Mengatasi Dirinya)

Apa boleh buat, aku harus berani menghadapi mereka semua, akulah manusia terakhir yang tinggal, dan aku akan tetap begini selamanya. Aku tidak akan mengalah.


SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2010 TEATER